JAKARTA - Aktivis Hukum, Eggi Sudjana menilai, people power yang diwacanakan oleh Tokoh Sentral Reformasi, Amin Rais, sah secara hukum jika dalam Pemilu 2019 ditemukan ada kecurangan.

"Karena konsekuensi logis dari adanya kecurangan-kecurangan. Kecurangan-kecurangan yang dimaksud, tentu dilakukan oleh kelompoknya Jokowi dan jaringannya," kata Eggi kepada GoNews Grup, Kamis (11/04/2019).

Eggi juga mengungkapkan, adanya poin sebab akibat dalam literasi ilmu hukum, menguatkan alasan bahwa people power sebagai respon atas kecurangan pemilu menjadi wajar.

"Dulu 2014 kita sudah ke MK, saya salah satu lawyer-nya. Dateng ke MK, menggugat, mempersoalkan, membawa data yang bertumpuk-tumpuk, dan saksi-saksi hidup (artinya bisa bicara). Tapi, MK mengabaikan dan tidak dianggap data-data itu, bahkan tidak dibahas bukti-buktinya dengan alasan tidak cukup waktu," urai Eggi yang kini menjadi politisi PAN itu.

"Itu kan sangat justice delay, justice deny," imbuhnya.

Jadi, kata Eggi, people power dalam pengertian demikian, dipandang sebagai upaya menegakkan keadilan jika memang ditemukan ada kecurangan Pemilu.

"Jadi, (people power) itu sah. Kenapa? Karena kita negara yang berkedaulatan rakyat!" tegasnya.

Keabsahan people power, kata Eggi, juga bertolak dari adanya yurisprudensi dimana upaya people power dalam menumbangkan Soeharto (penguasa orde baru) terbukti membawa perubahan positif dalam berbangsa dan bernegara.

"Jadi, nggak ada yang salah dengan itu," ujar Eggi.

Menyinggung soal MK, Eggi mengatakan, "apapun yang dibilang MK, MK nggak ada apa-apanya dibanding dengan kedaulatan rakyat,".

Sebelumnya, Amien Rais menegaskan bahwa wacana people power dalam menegakkan pemilu yang jujur dan adil bukan omong kosong.

"Jadi kalau saya ngajak People Power, itu bukan sekedar emosi, bukan," tegas Amin dalam sebuah acara di Komplek DPR-MPR RI di Jakarta, Selasa (09/04/2019) yang menyoal jutaan DPT Pemilu 2019 yang diduga kuat invalid.

Sementara itu, Juru Bicara MK, Fajar Laksono, belum bersedia menanggapi wacana people power ala Amien Rais ini. Namun jika menengok kembali penolakan MK atas gugatan pemilu 2014 Silam, urusan DPT mesti diselesaikan dengan penyelenggara pemilu.

"Maka apabila ada keberatan mengenai DPT, seperti penambahan dan modifikasi jumlah pemlih sebagimana didalilkan pemohon, seharusnya permasalahan tersebut diselesaikan oleh penyelenggara dan peserta dalam kerangka waktu tersebut," kata Hakim MK, Ahmad Fadlil Sumadi dalam sidang putusan yang berlangsung di ruang sidang Pleno, Gedung MK, Jakarta Pusat, Kamis (21/8/2014) lampau.

Adapun KPU, tegas mengimbau agar jalur hukum lebih dipilih ketimbang people power.

"Saya ingin mengingatkan, jangan lagi selesaikan persoalan-persoalan Pemilu di jalanan karena Undang-Undang sudah memberi ruang-ruang untuk menyelesaikan persoalan itu," kata Ketua KPU RI, Arief Budiman di Kantor KPU RI, Jakarta, 2 April 2019, lalu.***