MEDAN - Huffazh Center Indonesia (HCI) melantik 48 hafizh dan hafizhah dalam acara wisuda angkatan ke III yang berlangsung di Tiara Convention Center, Kamis (7/2/2019).

Kegiatan ini merupakan pengesahan atas selesainya program tahfidz qur’an 30 juz selama 6 (enam) bulan, yang diikuti oleh para santri dan santriwati yang diseleksi dari berbagai kota/kabupaten yang ada di Sumut, Jambi, Riau dan Nanggroe Aceh Darussalam (NAD). Tahfidz qur’an 30 juz ini sudah menjadi program utama HCI sejak didirikan pada 12 Februari 2017.

Hadir dalam kesempatan itu mantan Menteri Agama RI, Prof Dr H Said Agil Husin Al Munawar, MA, Ketua Majelis Ulama Indonesia (MUI) Sumut Prof Dr H Abdullah Syah, MA, founder HCI H Ivan Iskandar Batubara, Plt Bupati Pakpak Barat, Rektor UMN, Rektor Univa, Rektor UINSU, Ketua Forum Komunikasi Muslimah Indonesia (FKMI) Hj Revita Lubis, serta sejumlah pemuka agama dan masyarakat lainnya.

Santri dan santriwati yang diwisuda pada angkatan ke III HCI ini mengalami peningkatan pesat dari dua angkatan yang telah diwisuda sebelumnya. Hal tersebut disampaikan oleh Ketua Panitia Wisuda, Siti Soraya Iskandar, dalam laporannya di awal acara.

Pada angkatan I, HCI melantik 16 santri, sementara di angkatan ke II dilantik 16 santri dan 16 santriwati. Pertambahan jumlah wisudawan secara signifikan itu disebabkan adanya penambahan kampus yang menjadi tempat para hafidz dan hafidzah melakukan kegiatan menghapal al qur’an selama 6 (enam) bulan karantina. Semula kampus santri dan santriwati HCI ada di jl Sei Petani Medan dengan letak terpisah. Kampus baru terletak di jl Listrik Medan.

“Kriteria kelulusan para santri antara lain ditentukan oleh kekuatan menghapal, kelancaran, tartil dan adab,” kata Siti Soraya.

Dalam sambutannya pada kesempatan tersebut, Direktur Huffazh Center Indonesia, Dr H Sakhira Zandi, M Si, mengisyaratkan bahwa para pendiri HCI saat ini sedang dalam proses mematangkan rencana untuk mendirikan Sekolah Tinggi Al- Qur’an di Sumatera Utara, yang menerima mahasiswa dari berbagai daerah di Indonesia, maupun luar negeri.

Selain sebagai wadah untuk menampung jumlah lulusan HCI yang akan terus bertambah, juga untuk mewujudkan cita-cita HCI, yakni harus ada satu orang dari satu rumah di Sumut, bahkan Indonesia, yang menjadi penghapal qur’an. Sekolah Tinggi Al Qur’an itu nantinya akan mendapatkan legislasi dari Prof Dr H Said Agil Husin Al Munawar, MA, yang juga menjabat sebagai Dewan Hakim MTQ Tingkat Internasional.

“Huffazh Center Indonesia juga akan menjalin kerjasama melalui penandatanganan Memorandum of Understanding (MoU), terkait kesediaan beberapa perguruan tinggi yang telah menyatakan, bahwa mereka akan menerima para calon mahasiswa penghapal Qur’an, untuk menjadi peserta didiknya tanpa melalui seleksi masuk lagi,” kata Dr Sakhira Zandi.

Mantan Menag RI, Prof Dr H Said Agil Husin Al Munawar, MA, dalam sambutannya menegaskan dukungannya terhadap rencana HCI untuk mendirikan Sekolah Tinggi Al Qur’an. Bahkan, ia mempersilakan HCI untuk menggunakan atau mencantumkan namanya sebagai salah satu cara untuk memperkuat motivasi masyarakat memasukkan anak-anaknya belajar di sekolah tersebut.

“Allah SWT akan menjadi saksi dari seluruh cita-cita mulia ini,” kata Prof Said Agil sembari terisak menahan haru.

Dalam kesempatan tersebut Prof Said Agil sekaligus memberikan sanad dan pengesahan terhadap para hafidzh dan hafidzah lulusan HCI Angkatan III. Said Agil juga sempat menyinggung hal yang belakangan ramai diperbincangkan, mengenai adanya pendapat Al Qur’an dianggap fiktif.

“Bagaimana bisa Al Qur’an disebut sebagai fiktif, sementara isi Al Qur’an bagaikan laut yang tak bertepi untuk dikaji. Al Qur’an adalah mukjijat. Fiktif itu artinya tidak bisa dipertanggungjawabkan kebenarannya dan itu berarti adalah karangan manusia. Membaca Al Qur’an merupakan proses dialog, cara berkomunikasi manusia dengan Allah SWT. Jadi, jangan katakan Al-Qur’an itu fiktif,” tegasnya.

Founder HCI, H Ivan Iskandar Batubara menyatakan bahwa 11 orang lulusan dari angkatan III HCI ini berhasil menyelesaikan hapalan 30 juz al qur’an dalam 83 hari. Sementara selebihnya bervariasi antara 4 hingga 5 bulan.

“Selama mereka dikarantina untuk menghapal Al Qur’an, para santri yang masih duduk di kelas II SMA itu mengambil cuti belajar di sekolahnya masing-masing. Namun, sepanjang yang kita pantau pada angkatan I dan II sebelumnya, para alumni HCI memiliki kecerdasan yang cukup untuk mengejar ketertinggalan pelajarannya, sehingga Alhamdulillah tidak menemui kendala apapun,” kata Ivan.

Ivan berharap agar para lulusan HCI mampu mengamalkan isi al qur’an yang telah dihapalnya serta memiliki manfaat bagi lingkungannya.

“Kita berharap apa yang sudah dilakukan HCI dapat dilakukan juga oleh pihak-pihak lain, baik pribadi maupun institusi, sehingga bisa memperbesar jumlah penghapal Al Qur’an di negeri ini dan membawa kebaikan bagi bangsa dan negara,” ujarnya.*