MEDAN-Ketua Umum Forum Masyarakat Sarirejo (Formas), Drs Haji Riwayat Pakpahan kembali mengirim utusan ke Kantor Sekretariat Presiden (KSP).

Hal itu dilakukan untuk menyerahkan langsung surat permintaan penyelesaian tanah masyarakat seluas 260 hektar di Kelurahan Sarirejo, Kecamatan Medan Polonia.

Sedangkan utusan Formas yang menyerahkan surat kepada staf KSP di Jakarta pada hari Jumat, 18 Januari 2019, pekan lalu ialah Kristianto. "Sebelumnya tanggal 18 September 2018 kemudian surat tanggal 13 November 2018 Formas jugs telah mengirim surat menanyakan tindak lanjut janji KSP yang pada dua rapat sebelumnya di DPD-RI di Jakarta dinyatakan progres penyelesaian pada akhir Agustus 2018. Namun hingga kini belum ada tindak lanjut penyelesaian," ujar Ketua Umum Formas, Drs H Riwayat Pakpahan menjawab GoSumut di sekretariatnya, Jalan Teratai Nomor 45 Kelurahan Sarirejo, Kecamatan Medan Polonia, Sabtu, (26/1/2019).

Lebih lanjut dijelaskannya, pihaknya mengutus anggota Formas ke Jakarta untuk kembali mengingatkan KSP bahwa di Kelurahan Sarirejo kini ada lebih kurang 5.500 Kepala Keluarga (KK) dan lebih kurang 35.000 jiwa. “Di atas tanah tersebut telah berdiri rumah warga yang padat serta fasilitas umum seperti Kantor Kelurahan Sarirejo, 9 mesjid, 2 musala, 3 gereja, 1 kuil Sikh, 4 kuil Tamil, 10 sekolah, 5 rumah sakit dan klinik, 2 lokasi pekuburan muslim, 2 pasar tradisional, jalan umum. Fasilitas lainnya listrik PLN, instalasi PDAM, telepon dan sudah menjadi kawasan hunian yang mandiri lengkap dalam wilayah administrasi kelurahan Sarirejo, kecamatan Medan Polonia,” jelas Pakpahan.

Oleh sebab itu, ditegaskan Pakpahan, dalam kaitan itu Formas mengingatkan pemerintah, bahwa masyarakat Sarirejo adalah rakyat Indonesia yang seharusnya hak mereka memiliki sertifikat diberikan oleh Badan Pertanahan Nasional (BPN), karena masyarakat sudah bermukim puluhan tahun sejak Tahun 1948. "Masyarakat memiliki surat tanah dan sudah ada putusan Mahkamah Agung (MA) berkekuatan hukum tetap memenangkan masyarakat, yaitu Putusan Mahkamah Agung RI No 229 K/Pdt/1991 tanggal 18 Mei 1995. Putusan ini sudah final berkekuatan hukum tetap di mana dalam putusannya disebutkan 'Tanah-tanah sengketa adalah tanah garapan penggugat'. Jadi kenapa di negara ini hukum tidak dipatuhi, kalau putusan MA diabaikan, apa kita perlu minta perlindungan hukum ke Perserikatan Bangsa Bangsa, bahwa hak-hak masyarakat diabaikan," tegas Pakpahan.

Selama ini, disebutkannya, TNI AU mengklaim tanah masyarakat Sarirejo sehingga BPN menyatakan tidak bisa menggeluarkan sertifikat masyarakat. "Mereka (TNI-AU) sama sekali tidak mempertimbangkan putusan hukum Mahkamah Agung RI. Padahal, selain putusan hukum yang incraht itu, masyarakat dalam memperjuangkan haknya sudah mendapat dukungan legislatif, eksekutif dan yudikatif," sebutnya.

Sekaitan dengan hal itu, lebih lanjut diungkapkan Pakpahan, Peraturan Pemerintah (PP) RI Nomor 24 Tahun 1997 Pasal 24 Ayat (1) menyebutkan, penguasaan secara fisik atas bidang tanah selama 20 tahun atau lebih secara berturut-rurut oleh warga masyarakat dapat didaftarkan hak atas tanahnya. "Selama ini, sebagai bukti tanah milik masyarakat dapat dilihat dari transaksi jual beli tanah (pemindahan hak milik) yang diketahui lurah dan camat setempat sebagai intansi pemerintah dan juga dilakukan oleh pejabat akte Notaris (PPAT). Ditambah lagi ada pernyataan BPN kota Medan pada tanggal 7 Januari 2008 yang disetujui Kepala Kanwil BPN Provinsi Sumatera Utara pada poin 2 menyatakan Kepala Kantor BPN Medan tidak akan menerbitkan sertifikat kepada pihak lain kecuali kepada masyarakat Sarirejo," ungkapnya.

Pakpahan juga menuturkan, bahwa klaim TNI AU terhadap tanah seluas 260 hektar sebagai aset tidak mendasar karena SKPT Ni 630.2.2.28/BKM.1993 tanggal 26 Februari 1993 yang diterbitkan Badan Pertahanan Kota Medan hanya sebagai bukti pendaftaran tanah bukan sebagai bukti kepemilikan.

Berpotensi Mengganggu Kekondusifan Kamtibmas

Oleh sebab itu, dengan dasar hukum yang kuat, Pakpahan berharap pemerintah bisa segara memberikan sertifikat masyarakat yang telah berjuang sangat lama. "Kita meminta keadilan, karena masyarakat melihat di sekitar Sarirejo telah berdiri rumah mewah sehingga menimbulkan kecemburuan sosial bagi masyarakat Sarirejo. Sebab, Ketidakadilan yang dirasakan masyarakat dikhawatirkan akan membuat masyarakat hilang kesabaran dan bisa berpotensi mengganggu kekondusifan kamtibmas di Kota Medan.