MEDAN - Kehadiran puluhan aktivis mahasiswa dan masyarakat sipil sukses menghangatkan acara diskusi penyelamatan aset pelabuhan nasional dan bedah buku "Melawan Konspirasi Global di Teluk Jakarta" yang diadakan di Kedai Kopi Nikmat, Jalan Abdullah Lubis, Medan, Senin (26/11/2018) malam. Dalam diskusi dan bedah buku tersebut, ditegaskan bahwa pengelolaan pelabuhan nasional yang menyangkut hajat hidup rakyat Indonesia harus dilakukan berlandaskan semangat konstitusi bukan liberalisasi asing yang membahayakan kedaulatan dan hilangnya potensi ekonomi nasional.

Pengelolaan pelabuhan secara konstitusional adalah semangat nasionalisme yang murni. Negara wajib hadir dalam pengelolaan gerbang ekonomi yang tata kelolanya berdampak langsung kepada rakyat.

Namun saat ini malah kebalikan. Pelabuhan peti kemas terbesar di Indonesia JICT dan Koja malah kembali di jual ke asing Hutchisom untuk 20 tahun ke depan tanpa ada urgensi, potensi ekonomi nasional yang besar dan kedaulatan atas aset strategis bangsa hilang total.

"Tujuan dari penulisan buku ini tidak lain adalah untuk mengingatkan masyarakat, bahwa pelabuhan adalah aset nasional yang harus dijaga dan dikelola oleh anak bangsa," kata penulis buku "Melawan Konspirasi Global Di Teluk Jakarta" Ahmad Khoirul Fata yang hadir langsung sebagai dalam kegiatan tersebut.

Khoirul Fata mengungkapkan, konspirasi yang terjadi mengakibatkan kerugian besar dan membahayakan kedaulatan Indonesia di Teluk Jakarta.

“Konspirasi di JICT dan Koja merugikan negara hingga trilyunan. Kita punya sejarah panjang dalam mengelola laut, kok sekarang kita tidak mengelola sendiri, kenapa harus oleh asing?” ungkapnya.

Lebih lanjut dijelaskan pembicara kedua yang merupakan Ketua Umum Federasi Pekerja Pelabuhan Indonesia Nova Sofyan Hakim, pinjaman Rp. 20,8 trilyun oleh Pelindo II untuk pembangunan pelabuhan tanpa kajian kelayakan, sehingga dananya menganggur 3 tahun dan negara harus membayar bunga hutang yang tidak produktif tersebut.

"Secara jangka panjang akan semakin buruk karena aset nasional dapat Berpindah tangan," ujarnya.

Dampak sosial atas liberalisasi asing di pelabuhan, lanjut Nova, tidak kalah terpuruk sebab para pekerja yang membangun produktifitas sehingga menjadikan pelabuhan peti kemas indonesia salah satu terbaik di asia, malah di-PHK massal.

"Asing leluasa melakukan pemberangusan halus dan kasar kepada pekerja yang mengkritik buruknya pengelolaan pelabuhan serta pemenuhan asas keadilan terhadap para pekerja," katanya.

"Sejatinya, pekerja pelabuhan nasional adalah garda terdepan penjaga kedaulatan negara dan amanat konstitusi serta aturan," imbuh Nova.

Kerugian negara, baik secara ekonomi maupun politik atas konspirasi global di Teluk Jakarta itu, menurut pembicara ketiga Meilda Pandiangan yang merupakan Kanwil Sumatera Utara-Aceh Aktivis Indonesia Muda, menjadi salah satu bukti bahwa saat ini pemerintah telah gagal dalam mengelola pelabuhan nasional.

“Pemerintah saat ini gagal total dalam mengelola pelabuhan nasional. Hal ini butuh reformasi menyeluruh agar negara hadir seutuhnya dalam pengelolaan pelabuhan nasional," tegasnya.

Meilda berharap masyarakat luas, khususnya para aktivis dapat mendukung perjuangan melepaskan JICT dan Koja dari jerat konspirasi global.

“Publik diharapkan dapat mendukung gerakan pengembalian aset bangsa JICT dan Koja sebagai representasi gerbang ekonomi nasional. Agar Indonesia lebih baik," harapnya.

Sementara pembicara terakhir Ahmad Arief Tarigan yang merupakan penulis sekaligus Pendiri Svarnabhumi Institute dalam kesempatan itu memaparkan bahwa liberalisasi di Teluk Jakarta memberi dampak negatif yang jauh lebih buruk dari kerugian ekonomi.

"Liberalisasi pelabuhan adalah prilaku ugal-ugalan dan amnesia sejarah. Kemaritiman telah menghimpun sejarah peradaban, multidimensional. Bukan semata tentang ekonomi, melampaui itu, kemaritiman (pelabuhan, di dalamnya) adalah situs peradaban, kultural dan ilmu pengetahuan," ungkapnya.

Kemaritiman, termasuk di dalamnya pelabuhan sebagai gerbang ekonomi nasional, akan menentukan kualitas peradaban bangsa Indonesia di masa depan.

"Bahkan, nilai-nilai kebangsaan dan kemandirian bersumber dari sejarah panjang kemaritiman. Kemaritiman adalah jalan panjang manusia dan kemanusiaan, kesemena-menaan atasnya berarti kesemena-menaan atas manusia dan kemanusiaan," tandasnya.*