MEDAN - Dunia global telah memiliki strategi Fast - Track untuk mengakhiri epidemi AIDS pada tahun 2030. Setidaknya ada tiga tujuan besar yang ingin dicapai sebagai pencegahan dan pengendalian HIV/AIDS untuk mewujudkan target Three Zero.

"Yaitu tidak ada iagi penularan HIV, tidak ada tagi kematian akibat AIDS, dan tidak ada lagi stigma dan diskriminasi, baik pada ODHA, populasi kunci maupun kelompok rentan," ujar Koordinator Jaringan Indonesia Positif (JIP) Sumut dan Kota Medan, Samara Yudha Arfianto saat kunjungan dan pertemuan untuk mitra media, Senin (19/11/2018) di Wong Solo Jalan Sei Batang Hari Medan.

Tahun 2030 mendatang, pihaknya memastikan komitmen dalam penanggulangan HIV harus tercapai.

Yudha menjelaskan, diskriminasi dalam penanggulangan HIV masih menjadi tantangan besar. Apalagi beberapa waktu lalu ada lima anak yang positif HIV di Samosir, dan Medan yang tidak diperbolehkan bersekolah seperti anak-anak lainnya oleh masyarakat sekitar.

"Kemudian populasi kunci, karena identitas gender sebagai gay dan transparan sering kali menghadapi perlakuan berbeda ketika berhadapan pada akses layanan, begitu pun dengan pekerja seks dengan latar belakang pekerjaan mereka," bebernya.

Begitu juga dengan stigma pada penasun. Salah satu contohnya ketika mengakses ARV, banyak kejadian perbedaan pelayanan yang diberikan.

Nol diskriminasi ini, kata dia, menyoroti mengenai hak setiap orang bebas dari diskriminasi, tidak seorang pun boleh menghadapi diskriminasi karena persoalan umur, jenis kelamin, identitas gender, orientasi seksual kecacatan, ras, status etnis, Bahasa, status kesehatan termasuk HIV, lokasi geografis, status ekonomi atau status sebagai migran atau karena alasan lainnya.

"Persoalan diskriminasi yang terjadi justru melemahkan berbagai upaya penanggulangan HIV yang sudah dilakukan. Diskriminasi tidak akan hilang tanpa peran aktif dan tindakan dari semua orang untuk mengakhirinya," jelasnya.

Dia menerangkan, banyak fakta terkait diskriminasi atau disebut perlakuan negatif terhadap seseorang yang dikarenakan sesuatu hal, apakah itu kesehatan, kelas sosial, agama maupun kecacatan.

"Dalam sebuah survei 19 negara, seperempat dari orang yang hidup dengan HIV dilaporkan mengalami beberapa bentuk diskriminasi dalam perawatan kesehatannya, dan ini sangat kita sayangnya," ujarnya.

Agar program HIV dapat berjalan lebih efektif, maka harus mencapai lebih banyak orang yang dapat mengakses kunci di berbagai layanan, yaitu mobilisasi masyarakat dalam mengakses tes HIV.

"Harus ada sinergi bidang pendidikan, kesehatan, perlindungan dan paling penting kesetaraan gender agar dapat mendorong peningkatan dampak positif dalam program penanggulangan HIV di Indonesia termasuk di Sumut," pungkasnya.

Sebelum mengakhiri pembicaraannya, Yudha mengungkapkan, dasar dari penanggulangan HIV adalah komitmen mutlak untuk melindungi hak asasi manusia, sehingga nol diskriminasi dapat tercapai.