MEDAN- Ombudsman RI Perwakilan Provinsi Sumatera Utara (Sumut) menjadwalkan akan meminta keterangan Kepala Dinas Pendidikan (Disdik) Simalungun. Hal itu akan dilakukan pada hari Selasa, 31 Juli 2018, terkait kebijakan pemerintah daerah itu yang diduga berdimensi Suku, Agama, Ras dan Antargolongan (SARA) dalam program Beasiswa Utusan Daerah (BUD) Pemkab Simalungun.
 
Ya, kita sudah jadwalkan Selasa, 31 Juli 2018 pukul 10.00 Wib untuk meminta keterangan kepada Pemkab Simalungun melalui Kadisdik," ujar Kepala Ombudsman RI perwakilan Sumut, Abyadi Siregar menjawab GoSumut, Minggu, (29/7/2018).
 
Dijelaskan Abyadi, laporan ke Ombudsman, ada kebijakan Pemkab Simalungun yang berdimensi SARA.
"Ini kasus sangat sensitif. Laporannya ke Ombudsman RI ada kebijakan pemkab Simalungun diduga berbau SARA. Oleh karenanya, kita akan mengklarifikasi pemkab Simalungun terkait hal itu,” jelas orang nomor satu di Ombudsman Sumut ini. 
 
Sebagaimana diketahui, laporan ini sendiri disampaikan seorang ibu bernama Lisnawati, warga Desa Bangun Raya, Kecamatan Raya Kahean, Simalungun. Dalam laporannya langsung ke Ombudsman RI, Lisnawati menjelaskan Pemkab Simalungun diduga melakukan kebijakan berbau SARA terhadap putrinya Arnita Rodelina Turnip, salah seorang peserta Beasiswa Utusan Daerah (BUD) dari Pemkab Simalungun di Institut Pertanian Bogor (IPB).
 
Tindakan Pemkab Simalungun diduga berbau SARA itu, dilakukan dengan menghentikan seluruh bantuan BUD hanya karena Arnita Rodelina Turnip pindah agama. Penghentian Arnita Rodelina Turnip sebagai peserta program BUD Pemkab Simalungun di IPB, disampaikan melalui surat Dinas Pendidikan Simalungun selaku penanggungjawab program BUD Pemkab Simalungun.
 
Surat Dinas Pendidikan Simalungun itu dikirimkan ke IPB sekitar September 2016. Ketika itu, Arnita masih duduk di bangku Semester-II. Suratnya berisikan pemberitahuan bahwa Arnita Rodelina Turnip dikeluarkan sebagai mahasiswa program BUD Pemkab Simalungun.
 
Anehnya, menurut Lisnawati, dalam surat tersebut tidak dijelaskan apa alasan Pemkab Simalungun mengeluarkan Arnita dari program BUD Pemkab Simalungun. Karena Arnita tidak ada melakukan pelanggaran. Misalnya, Indeks Prestasi (IP) Arnita masih tinggi dan masih jauh dari batas minimum yang ditetapkan.
 
Sejak saat itulah, Arnita kebingungan dan stress karena hidup tanpa biaya di Bogor, Jawa Barat. Sementara orangtuanya, hanya seorang petani yang tidak mampu membiayai hidup dan kuliahnya di Bogor.
Beruntung ada pihak yang membantu Arnita. Ia akhirnya difasilitasi kuliah di Universitas Muhammadiyah Prof DR HAMKA (UHAMKA) Jakarta.
 
Meski begitu, saat ini Arnita dibantu ibunya Lisnawati, masih terus berjuang melawan kebijakan Pemkab Simalungun diduga berbau SARA itu dan menuntut haknya agar dikembalikan sebagai peserta program BUD Pemkab Simalungun.
 
Karena tidak ada alasan Pemkab Simalungun menghentikan program BUD itu kepada Arnita.
Meski sudah berjuang cukup lama, namun upaya Arnita dan ibunya Lisnawati belum juga dikabulkan Pemkab Simalungun.
 
Karena sampai saat ini, Pemkab Simalungun belum mengaktifkan kembali Arnita Rodelina Turnip sebagai peserta program BUD Pemkab Simalungun di IPB. Sampai saat ini, sudah lima semester uang kuliah dan biaya hidup Arnita Rodelina Turnip tertunggak karena tidak dibayarkan Pemkab Simalungun. Totalnya sekitar Rp 55 juta.