MEDAN - Sejak 2006, Mahkamah Agung memutuskan bahwa lahan register 40 merupakan milik negara. Namun sampai saat ini lahan yang ditanami sawit tersebut dikuasai keluarga mendiang DL Sitorus. Lalu bagaimana sebenarnya awal mula kasus tersebut?

Wartawan berkesempatan mewawancarai Mantan Menteri Kehutanan MS Kaban, Sabtu (10/5/2018) siang di Bandara Kualanamu Sumut saat hendak bertolak ke Jakarta.

Mantan Menteri Kehutanan era Presiden SBY itu menegaskan bahwa sejak dulunya register 40 adalah hutan negara.

"Yang namanya hutan register ya hutan negara. Memang dari dulunya hutan negara bukan hutan sawit dan tidak dibenarkan ada sertifikat atas lahan di situ," kata pria bernama lengkap Dr H Malem Sambat Kaban SE MSi itu.

Saat menjabat Menteri Kehutanan 2004-2009, MS Kaban diperintahkan Presiden SBY untuk mendata ilegal logging yang ada di seluruh Indonesia.

"Jadi saya diperintah Pak SBY untuk mendata dan menuntaskan masalah ilegal logging. Salahsatunya register 40 yang saat itu dikuasai DL Sitorus (mendiang)," ungkap Mantan Ketum Partai Bulan Bintang tersebut.

Singkat cerita, dirinya bersama tim mengumpulkan data-data, termasuk memanggil unsur Badan Pertanahan Nasional karena ditemukan sertifikat yang diterbitkan dengan objek lahan register 40.

"Sampai akhirnya kita gugat di pengadilan dan hakim Mahkamah Agung memutuskan bahwa itu milik negara dan harus dikembalikan kepada negara. Putusan ini inkrah," kata pria kelahiran Binjai Sumatera Utara tersebut.

Pasca putusan PK No 39/PK/Pid/2007 di Mahkamah Agung, sejak 16 Juni 2008 register 40 seharusnya sudah dikembalikan kepada negara. Namun nyatanya hingga 2018 masih dikuasai mendiang DL Sitorus dan keluarga.

"Saat akan eksekusi selalu ada upaya melakukan perlawanan. Ada oknum yang mengadu domba masyarakat dengan Kementerian Kehutanan dengan dalih macam-macam. Padahal pemerintah menawarkan ke rakyat saat itu adalah setelah register kembali ke negara maka tiap kepala keluarga akan mendapat lahan 5 hektar di lahan register 40 dengan status hutan tanaman. Dan ini dibolehkan dalam regulasi," kata MS Kaban.

DL Sitorus kini sudah meninggal. Lalu apa yang membuat keluarga DL Sitorus sulit mengembalikan lahan itu ke negara?

Menjawab itu, MS Kaban menilai jawaban pasti tentu ada di pihak keluarga DL Sitorus.

"Saat ini kan PT Torganda yang menguasai register 40 dipimpin Sihar Sitorus. Ya keluarga DL Sitorus harus kembalikan itu ke negara karena memang pengadilan memutuskan itu milik negara. Dan putusan itu berkekuatan hukum tetap. Akan lebih indah kalau keluarga DL Sitorus mengembalikan itu ke negara," kata MS Kaban.

Namun MS Kaban menggarisbawahi bahwa persoalan nilai keuntungan yang dihasilkan dari sawit di register 40 itu jadi salah satu alasan kenapa register tersebut sulit dikembalikan ke negara.

"Hitung sajalah sejak putusan MA sampai 2018 ini. Berapa keuntungan yang diraup dari sana. Dan keuntungan itu ilegal karena tidak masuk ke kas negara tapi masuk ke kantong yang menguasai. Menurut saya ini alasan kenapa sulit melepas itu. Triliunan rupiah negara rugi dari register 40," kata MS Kaban.

Soal kerugian negara itu, apakah ini ada kaitannya bahwa KPK saat ini sedang 'turun tangan' di kasus register 40?

Menurutnya, Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan yang sampai saat ini meminta bantuan KPK dalam kasus register 40, bukan tanpa alasan.

"Beberapa kali Menteri Siti Nurbaya menyambangi KPK. Ini mengindikasikan bahwa KPK dan tim audit negara sedang berusaha mendalami kerugian negara di register 40. Karena nyata-nyata memang lahan itu milik negara tapi masih dikuasai keluarga DL Sitorus. Keuntungan di lahan itu yang harusnya milik negara, namun karena melawan hukum tadi jadi tidak sampai ke kas negara," imbuh MS Kaban.

Dia menyinggung salahsatu keluarga DL Sitorus yakni Sihar Sitorus yang kini maju menjadi calon Wagub Sumut.

"Sihar punya jargon Sumut bersih. Tapi itu terkesan cuma perkataan. Harusnya bersihkan dulu diri sendiri, taati hukum baru bisa mengubah Sumatera Utara," tukas MS Kaban.

Belun lama ini, Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Siti Nurbaya menyebut keuntungan yang diperoleh keluarga DL Sitorus atas penggunaan lahan tersebut cukup besar.

Seharusnya, kata dia, sejak 2006 atau ketika putusan MA keluar, keuntungan itu diberikan kepada negara.

Hanya, Siti enggan menjelaskan lebih jauh berapa keuntungan hasil pengelolaan lahan tersebut yang harusnya diserahkan kepada negara.

Sebelumnya, pada peringatan Hari Bumi di Medan 22 April 2018, Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan, Siti Nurbaya mengaku belum bisa memastikan kapan eksekusi lahan seluas 47.000 hektare yang dikuasai keluarga DL Sitorus itu dilakukan.

Dia menjelaskan, saat ini sedang dilakukan kajian lahan tersebut akan diambil alih oleh salah satu Badan Usaha Milik Negara (BUMN). Wacana ini sejatinya sudah dilemparkan oleh Siti sejak 2015.