MEDAN  – Memilih profesi sebagai seorang pengusaha, tak cukup hanya dengan memiliki kemampuan finansial saja. Melainkan juga memerlukan kemampuan personal serta memiliki ketangguhan mental. Dan dua hal terakhir itulah yang paling diperhatikan oleh pengusaha muda Sri Wahyuni, SH, yang baru saja dikukuhkan sebagai Ketua Ikatan Pengusaha Muslimah Indonesia (IPEMI) Medan, Sabtu (21/4) lalu.

Perjalanan hidup dari kecil yang terbiasa bertaruh nyawa ketika bermukim di daerah konflik (Aceh), menempa pribadinya sebagai perempuan yang tak mengenal rasa takut dan pantang menyerah. Saat belia, ia bahkan menyaksikan langsung ketika ayahnya diculik dan dipukuli oleh sekelompok orang tak dikenal bersenjata.

Perempuan kelahiran 8 Juni 1988 ini, dididik dengan keras dan penuh disiplin oleh sang ayah, yang tercatat sebagai salah seorang pemuka masyarakat cukup berpengaruh di Aceh.

Meskipun begitu, bungsu dari tiga bersaudara itu tetap dekat dan menjadi kesayangan ayahnya. Saat mengisi waktu luang berdua menonton televisi, ayahnya selalu menyamakannya dengan perempuan-perempuan tangguh dan inspiratif di Indonesia.

“Ayah selalu memotivasi dan mengatakan, bahwa saya harus bisa menjadi seperti Miranda Gultom,” tutur Sri tersenyum.

Dua pengaruh tersebutlah yang kemudian menempa karakter pemilik salah satu perusahaan kontraktor di Kota Medan itu menjadi pribadi yang tegas, konsisten dan pantang menyerah.

“Orang banyak yang salah menilai saya sebagai perempuan yang lembut. Mungkin dalam ucapan dan tingkah laku terkesan demikian.

Namun dalam pekerjaan, saya selalu tegas dan disiplin. Meskipun begitu, saya tak pernah membuat jarak atau gap dengan para karyawan. Saya selalu bersikap sebagai teman, namun pekerjaan harus selesai tepat waktu dan tepat sasaran,” paparnya.

Selain ayah, orang yang juga ikut menempa mentalnya adalah sang ibunda. Ia menyaksikan sendiri bagaimana ketenangan ibunya kala rumah mereka dibakar.

Sang ibu yang tengah sholat, tetap kusyu’ menyelesaikan sholatnya. Masih dengan mengenakan mukena, sang ibu mematikan lampu dan kompor gas, lalu membawa Sri Wahyuni keluar dari jalur khusus menuju keberadaan sang ayah.

“Ajal itu yang menentukan Allah. Jadi seburuk apapun situasi, kalau Allah tak menentukan kita mati, ya insya Allah tetap bertahan hidup,” cetusnya.

Maka, dalam hidupnya, Sri tak pernah mengenal kata takut, bahkan terhadap kegagalan sekalipun. Prinsipnya adalah tak pernah menyerah dan tetap kuat dalam menjalani hidup, seperti apapun kondisinya.

Karena bagi alumni Notariat USU 2014 ini, seburuk apapun situasi, selalu terselip hal-hal baik di dalamnya. Ia juga memiliki motto tak pernah melihat ke belakang. Baginya, masa lalu adalah pengalaman yang paling berharga untuk mendewasakan diri dan meniti masa depan.

“Situasi itu, baik dan buruk kita sendiri yang ciptakan. Kita tak perlu takut dengan kegagalan, karena tak ada hidup yang mulus. Gagal, coba lagi. Begitu seterusnya,” kata perempuan muda yang telah dianugerahi dua orang putri itu.

Kegetiran hidup yang pernah dikecapnya dalam beberapa babak kehidupan, membuat Sri Wahyuni merasa yakin mampu mengemban seluruh kepercayaan yang dilimpahkan kepadanya sebagai Ketua IPEMI Medan, dan menjalani dengan baik.

Khususnya dengan bantuan Tuhan, doa restu keluarga, dan kerjasama dengan para pengurus.

“Saya ingin merangkul para pengusaha muslimah, khususnya yang masih berusia muda untuk bersama-sama menciptakan gebrakan dan berkomitmen membentuk iklim berusaha yang lebih maju, kreatif dan profesional,” tegasnya.

Untuk mewujudkan komitmen itu, ia mengaku siap dikritik dan takkan pernah berhenti berbuat baik dan menebar manfaat, sekalipun dibully dan dianggap masih ‘hijau’, baik usia maupun pengalaman. ***