JAKARTA – Dalam diskusi dialektika Press Room DPR/MPR/DPD RI, Kamis (5/4/2018), dengan tema “Capres Cuti, Fleksibel atau Permanen", Sekretaris Jenderal Partai Demokrat Hinca Panjaitan mengemukakan, bahwa presiden yang maju sebagai calon presiden atau capres pejawat wajib cuti kampanye.

Namun, dirinya juga mengatakan, status cutinya fleksibel karena sewaktu-waktu harus tetap menjalankan tugas kenegaraan jika negara mengalami masalah.

"Pemerintahan tidak boleh ada kekosongan pemimpin, sehingga presiden yang maju sebagai calon presiden meskipun cuti tapi harus siap menjalankan tugasnya jika sewaktu-waktu negara menghadapi masalah," kata Hinca Panjaitan.

Menurut Hinca, pada pemilu Presiden 2004 dan 2009, presiden yang maju sebagai capres mengambil cuti selama masa kampanye. Selain itu, selama menjalankan kampanye tidak menggunakan fasilitas negara.

Jika negara kondisinya kondusif dan stabil, kata dia, maka presiden yang maju sebagai capres menjalankan cuti selama kampanye. Hinca menjelaskan, ada tiga kategori cuti yang dijalani presiden sebagai capres.

Pertama, cuti sebagai hak. "Artinya, Presiden yang bekerja menjalankan tugas sebagai kepala negara dan kepala pemerintahan, juga memiliki hak untuk cuti," ujarnya.

Kedua, cuti kewajiban. Menurut dia, presiden yang maju sebagai capres wajib cuti untuk memisahkan tugas-tugas negara serta kampanye yang dilakukannya sebagai peserta pemilu presiden.

Ketiga, cuti yang dilarang, yakni presiden sebagai capres yang sedang cuti harus tetap menjalankan tugas-tugas kenegaraan, jika negara mengalami masalah. "Artinya, meskipun Presiden mengambil cuti, maka dia harus memprioritaskan tugas negara jika sedang menghadapi masalah," katanya.

Hinca menegaskan, sikap Partai Demokrat adalah tegas bahwa calon presiden pejawat harus cuti selama masa kampanye. Namun, capres pejawat bisa tetap menjalankan tugas kenegaraan jika negara menghadapi masalah.

Hinca Panjaitan juga berpendapat bahwa persoalan cuti tidak tercantum dalam UUD 1945. "Persoalan cuti ini merupakan hal teknis yang pengaturanya tidak ditempatkan dalam UUD 1945, melainkan Undang-Undang ataupun peraturan dibawahnya," ujarnya.

Lebih lanjut Hinca menambahkan, dalam UU pemilu terkait cuti ini disampaikan. "Dalam UU itu sangat jelas disampaikan bahwa bagi Presiden dan juga wakil Presiden (petahana) yang ingin melaksanakan kampanye diharuskan untuk mengambil cuti," tuturnya.

Hinca pun menegaskan bahwa konsep cuti petahana dalam pilpres memiliki perbedaan dengan cuti petahana dalam pilkada.

" Jika di pilkada, petahana harus mengambil cuti sepanjang masa kampanye namun cuti petahana di pilpres hanya di lakukan pada hari dan jam tertentu di saat yang bersangkutan kampanye," ucapnya.

Anggota DPR-RI komisi III ini menghimbau agar Jokowi tidak perlu takut dengan permasalahan cuti selama kampanye.

" Sebab, ketika Jokowi terpilih untuk menduduki presiden. Ia selalu menerapkan prinsip marketing politik dalam gaya dia memerintah," katanya. ***