Medan - Pengamat politik Turunan Gulo mengimbau Komisi Pemilihan Umum (KPU) Sumut berhati-hati menyikapi Surat Keterangan Pengganti Ijazah (SKPI) milik Jopinus Ramli (JR) Saragih. Sejumlah alasan disampaikannya terkait imbauan tersebut.

Pertama, Turunan menyatakan jauh lebih penting dari sekadar melegalisir ijazah JR, seharusnya yang dilakukan KPU sedari awal adalah memastikan apakah benar dia pernah bersekolah di SMA Iklas Prasasti, Jakarta, lulus dan mendapat ijazah.

Hal itu dikatakannya merupakan prinsip dasar sebagaimana ketentuan UU No 10/2016 khususnya terkait dengan pendidikan tingkat terendah calon kepala daerah, yakni SLTA atau sederajat.

Yang kedua, Turunan yang pernah dua periode menjabat sebagai komisioner KPU Sumut mengingatkan bahwa hiruk pikuk yang dipersoalkan pada persidangan di Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) Sumut pasca permohonan gugatan JR adalah terkait legalisir ijazah SMA-nya yang dinyatakan tidak sah. Legalisir ijazah tersebut yang dibawanya mendaftar sebagai calon Gubernur Sumut ke KPU yang kemudian menjadi masalah.

"Seharusnya itu yang dibuktikan JR bahwa legalisir ijazahnya memang benar. Bukan menggantinya dengan SKPI. Jadi apa yang dilakukan JR itu tidak nyambung, disconnect," kata Turunan yang juga dikenal sebagai mantan aktivis mahasiswa.

Yang ketiga dan yang terpenting, SKPI milik JR beserta legalisirnya patut diragukan keabsahannya. Mengacu pada Permendikbud No. 29/2014 menyangkut ijazah atau Surat Tanda Tamat Belajar (STTB) serta pembuatan SKPI, KPU harus mengecek kebenaran proses penerbitannya oleh Suku Dinas Pendidikan terkait.

"Jadi tidak cukup hanya dengan menyertakan surat laporan kehilangan dari kepolisian serta kesaksian dari sejumlah teman sekolah lalu Dinas Pendidikan sudah bisa membuat SKPI dan melegalisirnya," tegas Turunan.

Dijelaskannya bahwa di Pasal 7 ayat 2 dikatakan pembuatan SKPI harus didahului dengan proses penyidikan oleh pihak kepolisian yang dibuktikan dengan berita acara penyidikan (BAP). Setelah itu harus dipastikan tidak ditemukan sama sekali data terkait ijazah yang hendak diganti dengan SKPI. Lalu yang terakhir, SKPI harus sesuai dengan data yang tertera pada ijazah.

"Sebelumnya kan ke KPU dan Bawaslu JR sudah memperlihatkan fotokopi ijazahnya. Apakah ijazah itu sudah dibuktikan kebenarannya. Dinas Pendidikan DKI Jakarta pasti punya data tentang itu. Tidak boleh begitu saja mereka menerbitkan SKPI," ungkapnya.

KPU, ujar Turunan, perlu mengecek semua persyaratan pembuatan SKPI JR sesuai ketentuan. Dengan demikian publik mengetahui secara jelas kebenaran serta keabsahannya.

"Dalam hal ini sayahimbau agar KPU berhati-hati dan tidak terkecoh," kata Turunan.