BANDA ACEH - Polemik rencana penggunaan tanah wakaf Aceh di Mekkah, Arab Saudi terus berlanjut. Banyak kalangan menyesalkan rencana BPKH yang akan menjadi lokasi bersejarah bagi rakyat Aceh itu menjadi salah satu areal komersil atau bisnis. Salah satu keberatan berasal dari Badko Himpunan Mahasiswa Islam (HMI) Aceh yang menyerukan menolak rencana BPKH kelola wakaf Aceh di Makkah Almukaramah.

''Menyikapi pertemuan wakil presiden Republik Indonesia dengan BPKH RI beberapa waktu lalu, telah menuai sejumlah respon terkait niat BPKH RI ingin mengelola tanah wakaf Aceh di Makkah dengan tujuan untuk kepentingan investasi, padahal kita pahami bahwa wakaf itu adalah milik Aceh secara sah. Pada tahun 1224 H atau bertepatan pada tahun 1880 M, Habib Abdurrahman atau Habib Bugak Al Asyi telah mewakafkan tanah di hadapan Mahkamah Syar'iah Saudi dengan ikrar yang jelas yaitu untuk rakyat negara Aceh dan diperuntukkan untuk jamaah haji asal Aceh dan para pelajar, nah ikrar ini jelas karena salah satu rukun wakaf itu adalah ikrar,'' ujar Kabid keistimewaan Aceh Badko HMI Aceh, Jaunda Tayeb Sawang kepada GoAceh.

Karena itu, alangkah baiknya pihak BPKH mempelajari histori sebelum mereka mengambil tindakan karena jika wacana ini terwujud maka akan sangat merugikan masyarakat Aceh. ''Saya rasa rencana BPKH ini adalah rencana yang keliru karena pada prinsipnya mereka tidak paham terkait tanah wakaf tersebut dan keinginan mereka harus disikapi serius oleh semua elemen di Aceh,'' tegasnya.

Harus dipahami, tambahnya, prosesi waqaf ini terjadi jauh sebelum indonesia merdeka sehingga secara otomatis tidak ada kaitan dengan Indonesia apalagi rencana untuk pengalihan pengelolaan. ''Kita sudah cukup banyak membantu negara ini mulai dari sebelum merdeka hingga merdeka, jadi sudahlah jangan tanah wakaf pun diusik biarkan tanah itu dikelola oleh baitul Asyi dan manfaatnyapun jelas sebagaimna tersebut dalam ikrar. Kita minta semua elemen di Aceh untuk menolak tegas rencana BPKH tersebut dan kepada pemerintah Aceh untuk segera merespon dan tolong jaga boinah bangsa Aceh supaya tidak terjadi pengalihan pengelolaan,'' tegasnya.

Sebelumnya diberitakan, Badan Pengelola Keuangan Haji (BPKH) akan bertemu dengan sejumlah pengusaha Arab Saudi membicarakan rencana investasi di tanah waqaf Pemerintah Aceh di Arab Saudi. Rencananya, investasi terhadap tanah wakaf tersebut digunakan untuk pembangunan hotel atau usaha penyedia makanan bagi jemaah haji.

"Kami akan bertemu dengan beberapa pihak investor di Arab Saudi untuk melakukan administrasi, yang paling dekat adalah (investasi) dengan tanah wakafnya Aceh," kata Anggota BPKH Anggito Abimanyu seusai menemui Wakil Presiden Jusuf Kalla di Istana Wapres Jakarta, Jumat, 9 Maret 2018.

Pemerintah Aceh memiliki tanah wakaf di Ajyad, yang lokasinya berjarak sekitar 400 meter dari Masjidil Haram, Mekah.

Tanah wakaf milik Pemerintah Aceh tersebut sudah diikrarkan dan rencananya akan diinvestasikan. Keuntungannya bisa dimanfaatkan masyarakat Aceh yang berada di Tanah Suci.

"Ikrar wakafnya sudah ada, dan sudah diinvestasikan oleh wakifnya di Arab Saudi, dan itu sedang proses negosiasi," kata Anggito.

Pemerintah Indonesia dan Arab Saudi akan menggandeng Islamic Development Bank (IDB) dalam pengelolaan investasinya. "Dana kita kan terekspose dengan riyal Saudi dan dolar Amerika, jadi dana kita yang ada di Arab Saudi untuk operasional haji itu ada kesempatan untuk ditempatkan di IDB guna memperoleh bagi hasil," katanya.

Pemerintah mengupayakan keuntungan optimal dari investasi dana tabungan haji di tanah wakaf tersebut, antara lain pengembalian biaya operasional jamaah haji maupun jamaah tunggu.

"Kalau pengurangan biaya haji itu harus dibicarakan dengan Kemenag. Tapi tugas kami adalah mendapatkan bagi hasil dari dana yang ditimbulkan oleh jamaah haji dari setoran awal," ujarnya.

Sementara itu, menurut Rafli Kande, anggota DPR RI asal Aceh, jika pemerintah pusat punya itikat baik untuk ikut terlibat dalam mengembang baitul asyi kenapa tidak lewat pemerintah Aceh saja dengan segala kekhususan Aceh, baik secara otonom di negara kesatuan republik Indonesia atau kekhususan dalam surat wakaf yang menjadi pegangan mahkamah agung Arab Saudi.

Menurut Rafli yang pernah berkunjung ke baitul Asyi pada musim haji lalu dari berbagai sumber menjelaskan bahwa penghasilan yang lebih Rp18 miliar pada tahun 2017 dan itu hanya bisa diperuntukan kepada jamaah haji Aceh dan kaum pelajar Aceh yang menutut ilmu di sana, karena guna dan manfaat baitul asyi sangat jelas tertuang dalam surat wakaf habib bugak tokoh saudagar Aceh yang dermawan.

''Yang kedua jika pemerintah Indonesia ingin fokus menginvestasikan dana haji ke Arab Saudi baik sektor perhotelan dan lainnya dengan dana haji atau kerjasama dengan IDB yang bertujuan mengurangi risiko nilai tukar atau valuta asing dan memiliki nilai yang lebih tinggi, kan tidak mesti di baitul asyi yang selama ini sudah sangat bagus managementnya dan sudah didapatkan manfaat real oleh masyarakat Aceh saat haji dan mengenyam ilmu pendidikan di sana,'' jelas senator asal Aceh ini.

''Dan jika pemerintah Indonesia hanya melirik pada baitul asyi, terkesan melirik yang mentahnya saja dan sulit dipercaya oleh masyarakat Aceh dengan tawaran manfaat apapun dari pemerintah Indonesia lantaran beberapa sejarah masa lalu,'' tutup anggota Komite III DPD RI yang juga membidangi kebudayaan, agama dan ekonomi kreatif ini.

Sementara itu, H Sudirman atau yang lebih akrab Haji Uma, anggota DPD RI asal Aceh berharap pengelolaan tanah wakaf Habib Bugak salah seorang warga Aceh di Arab Saudi tetap dikelola oleh Pemerintah Arab Saudi. Hal itu sesuai dengan ikrar Habib Bugak di mahkamah syariah pada saat beliau mewakafkannya.

Namun, jika Pemerintah Indonesia ingin berinvestasi silahkan saja tetapi pengelolaannya tetap di bawah Pemerintah Arab Saudi.

Haji Uma menilai sudah cukup tepat tanah Wakaf Habib tersebut sampai hari ini dikelola oleh Pemerintah Arab Saudi dan amanahnya dalam ikrar wakaf tersampaikan dengan baik kepada rakyat Aceh sampai dengan sekarang.

"Kita berharap tanah wakaf Habib Bugak tetap dikelola Pemerintah Arab Saudi. Namun, jika Pemerintah Indonesia ingin berinvestasi silahkan saja, tetapi tetap dibawah pengelolaan Pemerintah Arab Saudi,'' ungkap Haji Uma.

Menanggapi keluarnya peraturan baru Pemerintah Arab Saudi yang membolehkan investasi dari pihak lain, Haji Uma juga berharap Pemerintah Aceh dapat mengambil bagian untuk berinvestasi di atas tanah wakaf tersebut.

''Walaupun selama ini dana hasil pengelolaan wakaf tersebut selain dibagikan untuk jamaah haji asal Aceh juga dialokasikan untuk pengembangan Baitul Asyi di Arab Saudi,'' ujar Haji Uma. ***