MEDAN - Pasca tewasnya dua pelaku begal di tangan warga yang bermukim di Jalan Sudirman, Lorong Mulia, Desa Percut Kecamatan Percut Seituan, Senin (5/3/2018) kemarin mengundang perhatian berbagai kalangan. Anggota DPRD Medan, Ilhamsyah menilai, aksi main hakim sendiri yang dilakukan masyarakat bukti ketidakpercayaan warga dengan hukum. Bahkan dia menyebut ini bagian dari primordial masyarakat.

"Apalagi masyarakat melihat tersangka itu bisa keluar lebih cepat, itu kan bagian dari ketidakpercayaan masyarakat, sehingga mengambil caranya sendiri untuk menghukum apa saja yang ada di lapangan yang seharusnya pelaku diserahkan ke aparat keamanan," ujar Ilhamsyah, Rabu (7/3/2018).

Kata politisi Partai Golkar ini, tingkat keamanan merupakan suatu hal yang diharapkan masyarakat Sumatera Utara.

"Makanya dibutuhkan sosok pemimpin yang mampu bekerjasama dengan penegak hukum untuk menindak oknum-oknum yang jahat, kemudian tegakkan dulu di rumah sendiri baru ke masyarakat," jelasnya.

Menurut Ilhamsyah, di tahun politik dan sekaligus pelaksanaan Pemilihan Gubernur Sumatera Utara (Pilgubsu),
untuk memberikan rasa aman dan nyaman ada pada sosok Edy Rahmayadi.

"Karena beliau kita ketahui orang yang tegas dan puluhan tahun di militer, setidaknya beliau mampu mengayomi masyarakat Sumatera Utara untuk lebih hormat dengan hukum, tapi hukum juga harus ditegakkan beliau di jajarannya sendiri," tegasnya.

Hukum itu, menurut Ilhamsyah, sudah jelas tidak ada hitam putih. Namun diminta jangan pandang bulu dalam penegakannya.

"Hukum jangan pandang bulu, siapapun dia (harus dihukum). Jadi terapkan pada diri kita sendiri dulu, dengan kedisiplinan kita. Kenapa? Kedisiplinan kita patuh hukum, makanya saya bilang tadi, Pak Edy itu sudah patuh hukum, karena beliau di militer kan sudah jelas, kalau salah pasti mendapat hukuman. Perintah jelas, hukuman jelas kalau di militer. Kalau perintah itu dilanggar, hukumannya jelas," tandasnya.

"Jadi kita berharap di Sumatera Utara untuk menjadi bermartabat ke depan harus seperti ini yang taat hukum, salah dihukum. Hukuman kan bisa mutasi, bisa macam-macam itu," sebutnya.

Maka dari itu, lanjut Ilhamsyah, fenomena seperti ini jangan mengkambinghitamkan sesuatu hal. Namun harus dicari jalan keluarnya.

"Kita jangan mengkambinghitamkan juga. Ooo.. ini narkoba, gak bisa begitu juga. Ini harus dilakukan pembinaan mental anak-anak kita ke depan bagaimana, pendidikan agama anak-anak kita bagaimana? Kita berharap pendidikan agama dan pembinaan mental anak-anak kita dapat ditingkatkan lagi jika Pak Edy terpilih," ungkapnya.

Di tempat terpisah, Praktisi Hukum Kota Medan, Muslim Muis menimpali, fenomena begal dan terjadinya penghakiman massa merupakan rasa apatis warga dengan penegakan hukum. Kenapa masyarakat apatis? Karena mereka tidak mendapatkan rasa aman.

"Rasa aman ini kan tugasnya kepolisian. Sehingga karena tidak adanya itu, muncullah pameran-pameran kekerasan. Daripada dikasih ke polisi, bagus dimatikan kata masyarakat. Artinya ketidakpercayaan hukum di masyarakat itu yang membahayakan sehingga timbullah pengadilan jalanan," ujarnya.

Polisi, katanya, tidak hanya melulu dihadapkan dengan persoalan hukum. Tapi proses pembelajaran dan sosialisasi.

"Mencegah terjadinya aksi kekerasan juga tugas mereka. Artinya mereka gagal dalam memberi rasa aman dan nyaman kepada warga," bebernya.