PELAKU kekerasan seksual, TP (60), RB (65) dan seorang Remaja BTN (13) warga Limboto, Watampone Sulawesi Selatan terhahap Putri (9) bukan nama sebenarnya siswi SD Bone patut dimintai pertanggungjawaban hukum yang berkeadilan bagi korban. Kakek RB dan TP yang sesungguhnya sosok yang memberikan perlindungan bagi korban, namun atas perbuatannya yang menjijikkan itu Komisi Nasional Perlindungan Anak sebagai lembaga independen yang memberikan pembelaan dan perlindungan anak di Indonsesia, mendorong Polres Bone menjerat pelaku RB dan TP dengan ketentuan UU RI Nomor 17 Tahun 2016 tentang penerapan PERPU Nomor 01 Tahun 2016 dengan pidana pokok min imal 10 tahun dan pidana maksimal 20 tahun dan dapat dikenakan pidana tambahan dengan ancaman seumumur hidup.

Sedang untuk pelaku BTN, mengingat masih usia remaja, BTN dapat diancam dengan pidana maksimal 10 tahun dan atau saksi sosial dan ditempatkan di Rumah Pembinaan Kesejahteraan Sosial.

"Untuk peristiwa ini, tidak ada kata damai terhadap kekerasan seksual," tegas Ketua Umum Komnas Perlindungan Anak, Arist Merdeka Sirait di Jakarta Sabtu (17/2/2018).

Atas peristiwa ini, Komnas Perlindungan Anak memberikan apresiasi kepada guru korban yang telah tanggap dan berinisiatif bersama orangtua korban melaporkan kekerasan seksual kepada Polres Bone. Demikian juga, Komnas Perlindungan anak mengucapkan terima kasih atas langkah cepat polisi menangkap dan menahan terduga pelaku.

"Untuk memulihkan trauma bagi korban, sudah sepatutnyalah Dinas PPPA dan P2TP2A memberikan pendampingan psikososial dan layanan medis bagi korban. Sedangkan untuk keberlanjutan pendidikan korban, Komnas Perlindungan Anak meminta dan mendorong kepala sekolah atas dukungan Dinas Pendidikan Bone untuk mengupayakan langkah-langkah perlindungan atas hak pendidikan korban dan kemungkinan terjadinya stigmatisasi," pintanya.