JAKARTA - Kebijakan pemerintah membuka kran impor beras makin dipertanyakan, karena untuk jumlah 500.000 ton, bulog menyediakan anggaran sebesar Rp15 triliun. Hal ini terungkap saat Kepala Bulog, Djarot Kusumayakti, menjelaskan nominal anggaran impor beras tersebut.

Hal ini juga disayangkan oleh Anggota Komite II DPD RI, Dailami Firdaus. Menurutnya anggran itu merupakan angka yang fantastis.

"Menurut saya, bila dikalkulasikan maka harga beras tersebut berada di angka Rp30.000/Kg," ujar Dailami Firdaus, yang merupakan Anggota DPD RI asal Jakarta.

Menurut informasi yang ia terima dari hasil RDPU dengan para pakar di DPD RI Komite 2, Prof Bustanul Arifin, Guru Besar dari UNILA, lampung, bahwa selama pemerintahan Jokowi Jk, tercatat, telah melakukan impor beras sebanyak 2,9 juta ton dengan nilai sekitar Rp16.9 triliun dalam kurun waktu tiga tahun ( 2014 - 2017 ).

Bila melihat data diatas maka impor beras khusus ini tentu menyimpan banyak kejanggalan, mulai dari urgensinya untuk apa, hingga harus impor disaat memasuki musim panen.

"Ditambah lagi dengan nilai yang begitu besar dan dengan harga yang bila dikalkulasikan sekitar 30.000/kg maka sudah dipastikan diatas harga beras premium. Golongan masyarakat mana yang akan mengkonsumsi beras tersebut," tanya Dailami.

Menurutnya, sudah jelas tidak akan tersentuh oleh kalangan masyarakat bawah atau masyarakat yang membutuhkan.

"Saat ini menurut saya, yang dibutuhkan adalah kestabilan harga dan pengendalian harga pasar. Dengan nilai yang dianggarkan oleh bulog untuk impor beras khusus, saya yakin bila itu digunakan untuk operasi pasar, kemungkinan besar akan memberikan dampak yang baik untuk kestabilan harga," tegasnya.

Menurut Dailami, pekerjaan rumah mengenai pangan ini masih banyak sekali, lalu semua diberikan solusi dengan cara membuka impor dan berdalih ketidak siapan produksi karena permasalahan cuaca.

Yang pasti dalam pelaksanaan impor beras khusus ini akan menjadi perhatian khusus dan saya meminta agar diawasi secara utuh oleh instansi-instansi terkait dalam seluruh pelaksanan kebijakan impor tersebut.

"Secara pribadi saya menyayangkan kebijakan ini," tutup Bang Dailami. ***