MEDAN - Kejaksaan Tinggi Sumatera Utara (Kejatisu) akan melakukan pemanggilan Walikota Sibolga, HM ‎Syarfi Hutauruk setelah dua kali gagal diperiksa pada bulan ini atas kasus korupsi ‎proyek rigit jalan beton senilai Rp65 miliar. Hal itu diungkapkan Kepala‎ Seksi Penerangan Hukum dan Humas Kejatisu, Sumanggar Siagian mengatakan pihaknya akan melakukan pemanggilan ketiga terhadap Syarfi pada bulan ini.

"Dia (Syarfi) kita jadwalkan dipanggil pada bulan ini juga dalam pemanggilan yang ketiga,"ucap Sumanggar, Kamis (11/1/2018).

Namun, Sumanggar mengatakan pihaknya melakukan pemeriksaan Walikota Sibolga dalam kapasitas sebagai saksi. Dengan keterangan tersebut, bisa digalih sebenarnya kasus dugaan korupsi secara mendalam atas keterlibatan Syarfi Hutauruk‎.

"Kita harapkan untuk kooperatif dalam pemeriksaan," bebernya.

Sementara itu, dalam pemeriksaan sebelumnya yang dilakukan penyidik Kejatisu, ‎Syarfi Hutauruk sudah dua kali mangkir dengan alasan tidak jelas. Terakhir, Walikota Sibolga itu, mangkir pada pemeriksaan penyidik Pidsus di Kejatisu Senin (18/12/2017) yang lalu.

Selain itu, Penyidik Pidsus Kejatisu, meminta keterangan Walikota Sibolga, untuk mengetahui lebih jauh bagaimana proses kontrak kerja dilakukan ‎Dinas PU Sibolga dengan melibat 10 perusahaan sebagai rekanan dalam mega proyek tersebut.

Dalam kasus ini, penyidik Pidsus Kejatisu sudah menetapkan 13 orang tersangka dalam kasus korupsi mega proyek di Dinas PU Kota Sibolga. Diantaranya 10 orang tersangka dari rekanan dan 3 orang tersangka dari Dinas PU Kota Sibolga, termasuk ‎Kadis PU Sibolga, Marwan Pasaribu.

Dari 13 tersangka, 11 tersangka sudah dilakukan penahanan oleh penyidik Pidsus Kejatisu. Ke-11 tersangka sudah ditahan di Rutan Klas IA Tanjunggusta Medan, beberapa waktu lalu.

Lanjut Sumanggar menyebutkan pelaksanaan proyek rigit beton jalan ditemukan pelaksaan proyek tidak sesuai spesifikasi‎ dengan kontrak kerja.‎ Kemudian, pengerjaan dilakukan tidak sesuai waktu, ditentukan ‎yang tertuang pada kontrak kerja antara Dinas PU Sibolga rekanan.

"Dalam penyidikan kita pada kasus ini, ditemukan spesifikasi ‎tidak sesuai pada pajang dan lebar jalan yang dikejarkan. Kemudian, pelaksanaan kerja juga tidak sesua dengan waktu," ungkapnya.

Ia menambahkan dalam kasus ini, ditemukan kerugian negara sesuai dengan audit dilakukan Badan Pemeriksaan Keuangan (BPK) RI wilayah Sumut, sebesar Rp 10 miliar.

"Sesuai dengan hasil audit BPK RI Perhitungan Kerugian Keuangan Negara sebesar Rp 10 Miliar dengan Alokasi dana dari APBD TA 2015 Pemerintahan Sibolga sebesar 65 Milar," katanya.