JAKARTA - Mengalami dua kali kekalahan dalam pemilihan Gubernur Sumatera Utara (Pilgubsu) sebelumnya, 2008 dan 2013, Pilgubsu kali ini (2018) merupakan ujian bagi PDI Perjuangan. Jika tidak berhati-hati membuat kebijakan bisa-bisa kekalahan yang sama bisa kembali terulang.

Sebagaimana kekalahan di Pilkada DKI Jakarta 2017, partai berlambang banteng moncong putih tersebut harus kehilangan kesempatan memimpin. Hal serupa bisa terjadi di Sumut.

Pengamat politik dari Fisipol Universitas Sumatra Utara (USU), Henrik Sitorus PhD menjelaskan hal itu dalam wawancara dengan medanbisnisdaily.com, Jumat (5/1/2018). Kebijakan dimaksud adalah terkait pemilihan pasangan calon yang akan mendampingi Djarot Saipul Hidayat.

Oleh Ketua Umum PDIP Megawati Soekarnoputri, Djarot yang merupakan mantan Walikota Blitar dua periode (2000-2010) dan juga mantan Gubernur DKI Jakarta (2017), ditetapkan sebagai calon Gubsu yang akan diusung. Sejauh ini pasangannya sebagai wakil belum diputuskan.

Sejumlah nama disebut-sebut dinilai layak dipasangkan dengan Djarot. Diantaranya Nurhajizah Marpaung (Wakil Gubsu incumbent), Ngogesa Sitepu (Ketua DPD Golkar Sumut), Sihar Sitorus (pengusaha muda) serta Erry Nuradi (Gubsu incumbent).

Henrik mengingatkan bahwa Djarot bukanlah figur yang memiliki basis di Sumut. Dia hanya memiliki simpatisan. Pemahamannya tentang kondisi ekonomi, politik, sosial dan budaya Sumut juga dipertanyakan.

"Jangan sampai blunder seperti Pilgubsu beberapa tahun lalu kok calon dari PDIP bilang Bagan Siapi-api dikatakan berada di Sumut," kata Henrik yang memanfaatkan studi doktornya (S-3) dari Australia National University.

Terkait Nurhajizah, katanya, pertimbangan bagi PDIP memilihnya adalah terkait pemenuhan threshold yakni 20 kursi di DPRD Sumut agar Djarot memenuhi ketentuan dicalonkan.

Untuk Ngogesa, disebutkan tidak mungkin Golkar akan mendukungnya berpasangan dengan Djarot jika dukungan terhadap Erry Nuradi belum tegas dicabut.

"Apalagi ada kabar Golkar akan mengalihkan dukungan kepada Edy Rahmayadi, jadi kecil kemungkinannya," ujar Henrik yang juga pengajar Pasca Sarjana di Pusat Studi Lingkungan Hidup USU.

Sedangkan untuk Sihar Sitorus, Henrik yang meraih gelar master (S-2) dari Birmingham University menyatakan memenuhi dari unsur keberagaman. Seperti diketahui Sumatera Utara merupakan miniatur Indonesia karena terdiri atas beragam etnis, golongan dan agama. Oleh sebab itu perlu dimunculkan sosok yang menampilkan heterogenitas tersebut.

"Persoalannya PDIP kan harus berkoalisi dengan partai lain agar memenuhi syarat dukungan calon, apa ada partai yang rela tidak mendapatkan apapun sehingga mau bergabung," tegas Henrik.

Menurut Henrik, akan sangat baik jika sesama partai politik berhaluan nasionalis bergabung guna mendukung pasangan calon tertentu. Dengan demikian upaya menghidupkan politik identitas berbasis agama, etnis atau golongan dapat diimbangi.

Sejauh ini medanbisnisdaily.com mendapat informasi bahwa Djarot akan dipasangkan dengan Sihar Sitorus yang dikenal sebagai pegiat olahraga sepakbola. Dia merupakan putra pengusaha ternama Darius Lungguk Sitorus yang menyelesaikan studinya di luar negeri.

"Kelihatannya iya, Sihar yang akan jadi pasangan Pak Djarot sebagai calon Wakil Gubsu," kata Ketua DPD PDIP Sumut Japorman Saragih.***