MEDAN-Di pertengahan tahun 2007, Binsar Sinambela, salah satu warga dari Bakkara, Kabupaten Humbanghasundutan (Humbahas) masih bisa tersenyum. Setiap kali pulang dari menangkap ikan di Danau Toba, ia tidak lupa membawa beberapa ember ikan pora-pora.

Ya, bagi Binsar dan warga lainnya pora-pora bukanlah tujuan utama mereka. Sasaran utama mereka adalah ikan mas dan nila, yang laris dan harganya mahal di pasaran. Boleh dibilang bagi mereka ikan pora-pora hanyalah bonus. Tidak untuk dijual, namun sekedar dijadikan cemilan.

Namun sejak dalam beberapa tahun terakhir, kehadiran ikan pora-pora di seluruh kawasan Danau Toba semakin langka. Bahkan untuk sekadar dijadikan lauk pun sulit.

Dampak dari langkanya pora-pora itu juga dirasakan Parlin Manihuruk. Parlin yang sempat membuka usaha Crispy Pora-pora mengaku kesulitan memperoleh ikan itu.

Awalnya ia dengan mudah memperoleh pora-pora. Dengan membina kerja sama dengan sejumlah nelayan di kawasan Danau Toba, ia bisa terus memproduksi produk yang sudah beredar di berbagai daerah di Indonesia itu. Setelah beberapa tahun menjalankan bisnis Crispy Pora-pora, Parlin akhirnya menutup usaha itu.

Kelangkaan ikan pora-pora itu juga dibenarkan Parmonangan Sidabutar, salah seorang peneliti yang juga aktivis lingkungan hidup dari Lembaga Negeri Samosir.

Dia mengatakan, penyebab langkanya pora-pora bisa disebabkan beberapa hal. Pertama, karena terganggunya habitatnya. Kedua adanya predator yang memangsanya.

Dijelaskannya, ekosistem di Danau Toba telah rusak akibat sejumlah pencemaran. Terganggunya ekosistem itu bisa saja telah menganggu siklus reproduksi ikan ini.

Menurut lulusan pertanian IPB ini, hal itu bisa juga disebabkan karena adanya predator yang memangsanya. “Hanya ada dua alasan mendasar untuk melihat kenapa keberadaannya terancam. Bisa karena ekosistemnya terganggu dan bisa juga karena ada predator yang memangsanya. Namun aku cenderung karena pengaruh ekosistem,” katanya.

Sempat ada dugaan predator ikan pora-pora ini adalah ikan kaca-kaca (sapu kaca). Namun setelah diteliti di laboratorium, tidak ditemukan telur pora-pora di dalam perut ikan kaca-kaca itu.

Hal itu pun dibenarkan Kepala Bidang Perikanan Samosir, Jhunellis Sinaga belum lama ini. Ada dugaan kelangkaan itu karena pola tangkap ikan oleh nelayan yang tidak ramah alam. Namun ada juga yang menyebut kelangkaan itu disebabkan karena kawanan burung bangau yang memangsa pora-pora.

Namun dugaan itu disanggah Parmonangan. Menurutnya, sebuah rantai makanan tidak akan putus bila berlangsung alami. Selain itu, ia pun tidak pernah melihat masyarakat menggunakan alat-alat berbahaya ketika mencari ikan di Danau Toba.

“Yang pasti ekosistemnya memang terganggu. Kalau masalah predator itu bisa dengan mudah dilacak. Kalau pihak terkait mau serius melitinya, predator itu gampang dilacak,” katanya.

Ikan pora-pora hidup di air tawar dengan ekosistem air yang bersih dan jernih. Ikan berwarna putih dengan ekor kuning ini panjangnya hanya antara 10-12 centimeter. Berdasarkan sejumlah penelitian, ikan pora-pora mengandung Omega 3 yang dapat meningkatkan pertumbuhan anak mulai dari gizi anak, mencerdaskan otak, selain itu meningkatkan HB darah.

Ikan ini juga sangat baik dikonsumsi ibu hamil untuk meningkatkan produksi ASI pada ibu menyusui dan mencegah keropos tulang. ikan pora-pora mengandung lemak dan kalsium yang lebih tinggi dari ikan tawar atau ikan laut manapun.