MEDAN-Apa itu suku (etnis) Mandailing, dan bagaimana silsilahnya? Berikut, Pakar Antropologi Universitas Indonesia, Erlina Pardede menjelaskan.

Menurut Erlina, Suku Mandailing secara luas termasuk dalam rumpun budaya Batak. Dahulunya pun hanya Batak saja, dan berdiam di Sumatera Utara, termasuk Kabupaten Natal dan Padan Lawas. Lalu, sebelum abad 18, masuk lah kaum Paderi dari Minangkabau ke daerah Natal dan Padang Lawas.

“Di sana budaya Minang dan Agama Islam berbaur dengan budaya setempat,” jelas Antropolog berdarah Batak tersebut.


Hal itu menghasilkan etnis baru yang merupakan peleburan dari masyarakat Batak di Natal dan Padang Lawas dengan Minangkabau. Dari sana tumbuhlah populasi dengan budaya dan marga-marga tersendiri.

Bukti-bukti sejarah terbentuknya etnis Mandailing ini baru muncul pada sekitar abad 18. Menurut Erlina, sebelum itu sebenarnya sejarah sudah bergulir. Namun sangat sulit untuk menemukan tulisan dan sumber sejarahnya.

“Salah satu marga tertua di Mandailing adalah Nasoetion, yang mana sebagian dari Marga itu termasuk dalam sub etnis Toba”, jelasnya.

Erlina memaparkan maksud dari sub etnis Toba. dalam pengelompokan suku (etnis) Batak, seorang ahli antropologi Belanda, Van Der Tuuk mengelompokannya menjadi enam sub etnis. Keenam itu ialah sub etnis Toba, Karo, Pak-pak, Simalungun, Mandailing, dan Angkola.

Jadi meskipun Nasoetion merupakan salah satu marga tertua dari Mandailing, sebagiannya termasuk sub etnis Toba. Pengelompokan tersebut dilakukan Van Der Tuuk berdasarkan penelitian para Antropolog Belanda tentang rumpun kebudayaan, terutama bahasa.

Sedangkan untuk persebaran etnis Mandailing, menurut Erlina dahulu memang berpusat di Kabupaten Natal, dan Padang Lawas. Oleh karena itu ada istilah Mandailing Natal, yang berasal dari Kabupaten Natal.

“Tapi, kini mereka ada di mana-mana, di Medan, Jakarta, dan lain-lain. Banyak dari orang Mandailing yg duduk di pemerintahan, Rektor USU di Medan itu sering (diduduki) orang Mandailing, marga Loebis, marga Nasoetion,” tutupnya.