KLATEN - Wakil Ketua MPR RI Hidayat Nur Wahid (HNW) berpendapat bahwa putusan Mahkamah Konstitusi (MK) yang membolehkan aliran kepercayaan dicantumkan pada kolom agama pada KTP dan KK yang putusannya dibacakan Ketua MK Arief Hidayat pada sidang di gedung Mahkamah Konstitusi, Jakarta Pusat, Selasa (7/11), berpotensi menimbulkan kekacauan-kekacauan yang malah meresahkan masyarakat dan melahirkan perdebatan yang sangat panjang.

"Putusan itu harus disikapi dengan sangat bijak oleh berbagai elemen masyarakat dan mesti ditelaah secara serius oleh MK sehingga jangan sampai ada oknum yang mengatasnamakan aliran kepercayaan yang malah memunculkan aliran kekacauan," katanya, saat membuka Sosialisasi Empat Pilar MPR RI kerjasama MPR dengan PPTQ Ibnu Abbas, Klaten, Jawa Tengah, Selasa (14/11).

Kekacauan tersebut dijelaskan HNW, misalnya ada seseorang yang mengaku-ngaku mendapat wahyu Tuhan kemudian mengaku Nabi lalu menyebarkan ajaran yang mengakibatkan konflik dan keresahan ditengah masyarakat.

"Melihat itu, MK mestinya menjelaskan apa yang dimaksud dengan aliran kepercayaan itu. Karena bila dibebaskan sebebasnya maka akan sangat mungkin menimbulkan keresahan di tengah masyarakat. Misalnya ada aliran kepercayaan yang ajarannya malah menyalahi prinsip hukum, melanggar kesusilaan dan tidak sesuai dengan sisi kemanusiaan apakah semacam ini boleh disebut aliran kepercayaan," ujarnya.

Artinya, soal aliran kepercayaan tersebut harus ada pembatasan yang jelas sehingga tidak menghadirkan kekacauan di Indonesia.

Bagian-bagian lain dari kekacauan yang perlu dipikirkan, lanjut HNW, adalah jika aliran kepercayaan yang sekarang berjumlah 187 aliran (sesuai yang tercatat di Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan) dan setiap aliran tersebut menuntut (seperti agama) dibentuk Direktorat Jenderal, maka akan ada 187 direktorat jenderal.

Lalu, bagaimana jika masing-masing juga menuntut rumah ibadah lalu menuntut hari libur nasional. Hal-hal inilah yang sangat penting dan serius untuk dilakukan kajian dan pertimbangan-pertimbangan.

Terkait Sosialisasi Empat Pilar MPR, HNW sangat mengapresiasi kepada yayasan Ibnu Abbas Klaten yang antusias bekerjasama dengan MPR menggelar Sosialisasi Empat Pilar MPR RI di lingkungannya.

"Perlu diketahui Sosialisasi Empat Pilar MPR RI kepada berbagai elemen masyarakat ini dilaksanakan MPR adalah karena amanat UU No.17 Tahun 2014 tentang MD3. Realisasnya dijalankan MPR dengan berbagai metode penyampaian yang menarik disesuaikan dengan peserta," ungkapnya.

Tapi, lanjut HNW, keterbatasan daya jangkau MPR tidak bisa maksimal menjangkau seluruh rakyat Indonesia. "Karena itulah kami berharap eksekutif mengambil perannya untuk ikut berkiprah dalam memasyarakatkan kembali nilai-nilai luhur bangsa seperti Pancasila," imbuhnya.

Dikatakannya, sebelum era reformasi, Presiden Indonesia kala itu Soeharto telahmengambil perannya dalam menanamkan nilai-nilai luhur bangsa kepada masyarakat Indonesia dengan metodenya saat itu.

Tapi tentu saja kiprah pemerintah saat ini dalam memasyarakatkan nilai luhur bangsa tidak lantas sama dengan metode dahulu seperti indoktrinasi dan sebagainya. Tentu mesti sesuai dengan semangat reformasi.

"Pemasyarakatan nilai luhur bangsa saat ini harus dilakukan sesuai dengan semangat kekinian dan reformasi. Alhamdulillah saat ini pemerintah merespon dengan membentuk Unit Kerja Presiden Pembinaan Ideologi Pancasila (UKP- PIP)," ujarnya.

"Keputusan pembentukan unit ini diputuskan melalui Peraturan Presiden Nomor 54 Tahun 2017. Unit kerja itu berada langsung di bawah Presiden Joko WIdodo," pungkasnya. ***