KLAIM atas leluhur semua orang Batak bermula dari Si Raja Batak merupakan salah faktor mengapa Mandailing menyebut dirinya bukan Batak. Hal itu pun juga disuarakan oleh Karo dan Simalungun sejak masa kolonial lalu. “Masyarakat Mandailing sendiri punya sejarah asal usul dan tarombo marganya masing-masing. Misalnya marga Lubis, leluhurnya adalah Namora Pande Bosi, bukan Si Raja Batak. Jadi mengapa harus dipaksa sama,” kata antropolog dari Universitas Sumatera Utara (USU), Zulkifli B Lubis kepada medanbisnisdaily.com, Jumat (10/11/2017).

Ditambahkannya konsep tarombo dan marga merupakan proses konstruksi satu kelompok masyarakat, baik berdasarkan identifikasi, demografis, historis maupun sosiologis. Itu terjadi di semua kelompok masyarakat. Karenanya, konsep tarombo dan marga pada Mandailing tidak serta merta akan membuktikan bahwa mereka Batak.

“Misalnya saya marga Lubis adalah generasi ke-19. Tarombo kami tidak ada kaitan dengan tarombo Si Raja Batak. Nenek moyang kami adalah Namora Pande Bosi. Begitu juga dengan marga-marga Mandailing lain yang menolak disebut Batak. Antara lain Nasution, Rangkuty, Matondang dan sebagainya,” jelasnya.

“Kalau ditarik ke atas, fase Si Raja Batak, kira-kira abad 13-14 M, nyaris bersamaan dengan fase Namora Pande Bosi. Tapi kalau di tarombo Si Raja Batak, marga Lubis urutannya sangat jauh berada di bawah. Dari sini saja kan sudah salah,” tuturnya.

Ditanya soal marga Siregar yang sebagian mengaku dirinya sebagai Batak, staf pengajar di Departemen Antropologi USU ini mengakui hal itu boleh-boleh saja.

Marga Siregar yang dimaksud konon berasal dari Muara, Tapanuli Utara. Bisa dipahami mengapa mereka telah ikut dalam konstruksi tarombo Si Raja Batak.

Menurutnya, hal itu tidak menjadi masalah sepanjang mereka bisa menjelaskan asal usul dan silsilah mereka secara objektif dan berdasarkan data-data sejarah.

Zulkifli menekankan kembali bahwa wacana Mandailing bukan Batak hanyalah perulangan, karena di masa kolonial hal itu juga sudah muncul. Baginya hal itu positif untuk menciptakan kesejajaran etnis yang memang memiliki sejarahnya sendiri-sendiri.

Disinggung soal adanya motif politik di balik wacana itu, Zulkifli menepisnya. Tidak ada agenda politik apapun. Apalagi terkait Pilpres 2019.

Menurutnya, hal itu murni pembahasan sejarah dan budaya. Tidak ada kepentingan politiknya di situ. Yang benar bahwa sejarah harus diluruskan. Mandailing punya sejarahnya sendiri. Punya peradabannya sendiri. Khususnya sejarah asal usulnya yang berbeda dengan sejarah asal usul orang Batak yang selama ini berdasarkan tarombo Si Raja Batak.

“Bagi saya wacana itu merupakan gerakan yang positif. Terutama dalam rangka penguatan paham multikulturalisme yang menekankan, pengakuan, penghormatan dan kesederajatan tiap kelompok etnis. Tidak ada motif politik di balik itu,” jelasnya.