JAKARTA - Aparat kepolisian Polda Metro Jaya menangani kasus tindak pidana eksploitasi anak berinisial MES (4) yang dilakukan oleh orangtuanya, Ria Yanti. Bahkan, saat ini kasus tersebut sudah masuk ke persidangan tahap ketiga dengan agenda pembelaan dari terdakwa Ria.

Kasus tersebut berawal saat Ria memposting foto sang anak yang sedang membutuhkan cangkok mata ke media sosial. Dalam postingan tersebut, Ria meminta kepada masyarakat untuk membantunya dengan mengirimkan sumbangan.

Namun, setelah sang anak mendapat bantuan, Ria tetap memposting foto anaknya untuk mencari keuntungan.

Tak ingin dipandang buruk oleh masyarakat, Polda Metro bersama Lembaga Perlindungan Anak Indonesia (LPAI) dan Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) akhirnya mengklarifikasi serta meluruskan kasus tersebut.

Direktur Reserse Kriminal Umum Polda Metro Jaya, Kombes Nico Afinta mengatakan, kasus tersebut bergulir sejak 2013. Saat itu, Ria Yanti memang berupaya mencari bantuan untuk kesembuhan anaknya yang harus menjalani operasi cangkok mata.

Saat itu pula, Ria mendapatkan donatur berinisial L yang bersedia membiayai anaknya untuk operasi dengan syarat sang ibu menghentikan postingannya di media sosial terkait permintaan bantuan untuk anaknya berinisial MES (4).

"Namun yang terjadi, ibu ini tetap memposting dan meminta bantuan," tutur Nico di Mapolda Metro Jaya, Jala Jenderal Sudirman, Jakarta Selatan, Rabu (8/11/2017).

Ketidakberesan itu membuat donatur L curiga dan meminta kepada pihak kepolisian untuk mengusutnya. Adapun Ria dan anaknya sudah diboyong ke Jakarta oleh L dan tinggal di kawasan Kampung Melayu, Jakarta Timur.

Berdasarkan pemeriksaan penyidik, Ria Yanti benar masih menerima sumbangan donatur dari para dermawan yang kasihan terhadapnya setelah melihat kondisi si anak di Facebook. Bahkan, nominal dana bantuan yang didapatnya mencapai Rp 230 juta.

Mirisnya, berdasarkan penelusuran polisi, dana tersebut bukan digunakan semestinya. Ria menggunakan dana tersebut untuk keperluan sehari-hari, kredit ponsel, meminjamkan uang ke keluarganya dan tidak sedikitpun digunakan untuk pengobatan anak.

"Bahkan untuk bermain judi togel. Ini tragis sekali," jelas Nico.

Kini Ria Yanti sudah sekitar tiga bulan mendekam di Rutan Pondok Bambu. Kasusnya sudah masuk persidangan tahap tiga di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat. Sementara anak dan neneknya masih tinggal di hunian sementara milik Dompet Dhuafa.

Nico berharap, dengan adanya kejadian ini, masyarakat bisa lebih teliti lagi dalam menindaklanjuti postingan maupun berita yang beredar.

"Kami harap yang memuat itu lakukan cek dan ricek terlebih dahulu. Sehingga berita yang beredar tidak jadi negatif," ujar Nico.

Di sisi lain, Ketua LPAI, Seto Mulyadi mendukung langkah polisi menegakkan hukum. Ia menilai Ria Yanti harus mempertanggungjawabkan perbuatannya karena jelas telah melakukan eksploitasi terhadap anak.

Namun begitu, dia berharap agar si ibu mendapat kemudahan dalam bertemu dan merawat anaknya.

"Kalau (terdakwa) memiliki bayi dan balita, kalau bisa dibebaskan dan dimudahkan merawatnya. Kalau memang sanksi ya tetap harus tegas. Studi kami menunjukkan kalau warga binaan yang sinergi diberi kesempatam secara periodik untuk mengasuh anak, itu akan menimbulkan proses penyadaran yang baik," beber pria yang akrab disapa Kak Seto itu.

Tak hanya itu, Komisioner KPAI Sitti hikmawatty melihat kejadian tersebut memiliki dua unsur, yakni fasilitas Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan yang sudah diterima sang anak, serta bukti polisi yang menyatakan terdakwa bersalah.

Untuk itu, ujarnya, sang anak tidak lagi perlu dekat orangtuanya lantaran mendapatkan fasilitas dan perlindungan dari negara.

"Bukti yang ada bukan rekayasa dan nyata. Dengan melihat pertimbangan tersebut, kami sepakat ini negara hukum. Demi kepentingan anak lainnya, pidana itu harus dilaksanakan. Kami mendukung apa yang dilakukan kepolisian menjalankan tugasnya," kata Sitti. ***