JAKARTA - Anggota Komisi X DPR-RI, Yayuk Basuki menilai terbitnya Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 95 Tahun 2017 yang bertujuan memotong birokrasi dengan membubarkan Program Indonesia Emas (Prima) tidak menyelesaikan persoalan tetapi malah menimbulkan banyak persoalan.

"Kan, saya sudah mengingatkan saat ini bukan waktu yang tepat membubarkan Satlak Prima. Masa transisi itu butuh waktu sedangkan waktu persiapan Indonesia menghadapi Asian Games 2018 sangat mepet," kata Yayuk Basuki di Jakarta, Minggu (5/11/2017).

Usai Prima dibubarkan, kata Yayuk, beberapa cabang olahraga (cabor) resah karena tidak adanya kepastian. Sebagai contoh, ia mempertanyakan nama-nama atlit yang sudah masuk dalam Surat Keputusan (SK) yang dibuat Satlak Prima masih berlaku atau ada penambahan lagi.

Kemudian, Yayuk menyebut bagaimana dengan biaya akomodasi yang masih belum selesai dan kejelasan try out.

"Saya kan terus mengikuti setiap perkembangan yang terjadi. Ada sejumlah cabor terpaksa membatalkan try out karena ketidakjelasan," tegas Yayuk.

"Dalam kondisi ini atlit yang menjadi korban. Mereka dituntut berprestasi tetapi segala kebutuhannya tidak terpenuhi," tambahnya.

Yang lebih membingungkan lagi, kata Yayuk, tentang keberadaan KONI Pusat. "Di awal, pemerintah sudah menegaskan tidak ada pergantian institusi lain yang mengisi posisi Satlak Prima. Tetapi, KONI yang berperan hanya sebatas pengawas dalam Perpres sepertinya ingin menggantikan posisi Satlak Prima," tandasnya.

Dalam masalah ini, Yayuk meminta Menpora Imam Nahrawi bersikap tegas agar polemik tidak berkepanjangan.

"Menpora harus mengingatkan dalam Perpres nomor 95 Tahun 2017, KONI hanya sebagai pengawas. Saya berharap jangan lagi ada statement yang membuat cabor itu semakin bingung. Soal dana pembinaan langsung saja diserahkan ke induk-induk organisasi olahraga (PB/PP)," kata Yayuk. ***