MEDAN-Peristiwa pembantaian mahasiswa Ilmu Perpustakaan Fakultas Ilmu Budaya USU, Immanuel Silaban alias Nuel (26), oleh puluhan tenaga pengamanan kampus (satpam) turut menimbulkan keprihatinan bagi mantan aktivis kampus Mulana Samosir.

Menurut alumni Teknik Sipil FT USU ini, tidak seharusnya terjadi praktik kekerasan atau premanisme di dalam kampus yang oleh publik sesungguhnya diharapkan melahirkan generasi-generasi pembaharu.

"Saya kira USU itu tidak begitu diperhitungkan dalam kancah pertarungan menjadi leader dalam berbagai hal di tingkat nasional. Tapi peristiwa-peristiwa kekerasan yang terjadi di dalam kampus seperti saat ini akan menjadikan USU jadi kian diremehkan," ujar Mulana yang juga bekas aktivis Gerakan Mahasiswa Pro Demokrasi atau GEMA PRODEM menjawab medanbisnisdaily.com, Minggu (22/10/2017).

Sebagaimana diberitakan sebelumnya, Kamis (19/10/2017) sekitar pukul 22.00 WIB, Nuel dianiaya puluhan satpam di kawasan Kampus USU. Tubuhnya dihantam berulang-ulang dengan menggunakan benda tumpul seperti kayu dan linggis.

Dalam kondisi tak bisa melawan atau menyelamatkan diri, leher Nuel dililiti rantai untuk kemudian ditarik memasuki mobil pick up. Beberapa jam kemudian, Jumat pagi (20/10/2017), baru diketahui dalam kondisi kritis Nuel terbaring di RS Bhayangkara.

Hingga hari ini, dijagai oleh ibu dan keluarganya Nuel dirawat di ruang ICU RS Columbia Asia. Masih dalam kondisi kritis.

Ujar Mulana, adalah Rektor Runtung Sitepu yang paling bertanggung jawab jika tindak premanisme merajalela di dalam kampus. Ini mengartikan tidak ada sistem penanggulangan masalah atau SOP dalam hal penyelesaian pertikaian antar personal atau lembaga yang dipatuhi semua pihak. Jika hal semacam ini terus terjadi, maka USU akan berubah menjadi kampus tak beradab.

"Runtung Sitepu dan seluruh civitas akademik harus mencegah USU menjadi kampus biadab," tegas Mulana.