MEDAN - Kesemrawutan pedagang kaki lima (PKL) ternyata tidak hanya terjadi di kota besar seperti Medan saja. Hal serupa juga terjadi di berbagai daerah di Indonesia, termasuk Kota Depok. Wakil Ketua DPRD Kota Depok, Suparyono, menyebutkan, keberadaan PKL di satu sisi membantu pemerintah, namun di sisi lain mengganggu kepentingan umum. Sehingga dibutuhkan aturan untuk menata dan mengatur keberadaan PKL agar tidak mengganggu masyarakat.

“Kita membaca di beberapa media, Medan sudah buat perda tentang penataan PKL. Makanya, kita datang kemari untuk konsultasi membentuk perda tersebut di Kota Depok. Kita mau lihat apa aja yang diatur dalam perda itu, dan bagaimana pengaturan serta penataannya,” ungkap Suparyono dihadapan anggota DPRD Medan, Ilhamsyah, di ruang transit DPRD Kota Medan, Rabu (11/10).

Bersama 9 anggota DPRD Depok lainnya, Suparyono menerangkan, Depok memiliki 7 pasar tradisional yang dikelola Dinas Koperasi dan Usaha Mikro Kota Depok. Dari ketujuh pasar itu, Pemko Depok memperoleh pendapatan Rp8 miliar dari retribusi sewa kios, parkir, dan toilet. Namun sepertinya Pemko Depok masih merugi untuk mengelola pasar tersebut.

Dia menjelaskan, dalam penataan PKL di Depok, pihaknya hanya menertibkan para pedagang dengan cara menggusur. Namun, keesokan pedagang tersebut menjajakan dagangannya kembali.

“Kita tidak bisa menggusur. Hanya bisa diusir, tapi itupun besoknya sudah berjualan lagi,” bebernya.

Sementara anggota DPRD Medan, Ilhamsyah, menerangkan Kota Medan memiliki 53 pasar tradisional yang dikelola PD Pasar. Sedangkan untuk deviden, Pemko Medan hanya mendapat Rp1 miliar.

“Dari keterangan DPRD Depok, angka ini sangat kecil. Kita punya 53 pasar, tapi hanya dapat Rp1 miliar. Sementara mereka 7 pasar memperoleh Rp8 miliar. Tentu ini kita lihat, lebih besar pemberian Pemko Medan daripada pemasukkannya. Ini nanti akan kita pertanyakan,” papar Ilhamsyah.

Dalam penataan PKL, Ilhamsyah menyesalkan ketidaktegasan pemerintah. Sebab, pemerintah seolah-olah membiarkan PKL menjamur di Kota Medan.

“Pas ada satu pedagang dibiarkan saja, dua pedagang juga dibiarkan. Nah ketika sudah menjamur tidak bisa ditertibkan. Harusnya kalau melihat ada pedagang yang menjajakan dagangannya dipinggir jalan, segera ditertibkan. Jangan diberi kesempatan semakin menjamur,” tegasnya.

Keberadaan PKL di Kota Medan, diakui Ilhamsyah, dikordinir sejumlah oknum-oknum yang tergabung dalam kelompok kepemudaan. Oknum itu sengaja mengambil keuntungan pribadi terkait aktifitas pedagang di pinggir jalan.

“Sudah hukum alam, dimana ada traksaksi cash and flow, pasti ada oknum yang mengambil kesempatan untuk mencari keuntungan. Di Medan itu sudah biasa. Saya rasa kalau Ka’bah dipindahkan ke Medan, sudah dicaloin juga sama OKP,” sindirnya.

Kepada 10 anggota DPRD Kota Depok, Ilhamsyah menyebutkan, DPRD kota Medan saat ini baru mengusulkan perda penataan PKL sebagai inisiatif DPRD Medan untuk segera dibahas dan disahkan.

“Untuk Perda Penataan PKL, kita sudah mengusulkannya, tapi belum dibahas. Kita berharap, perda ini segera dibahas dan disahkan karena sangat bermanfaat bagi penataan PKL,” aku Ilham.