MEDAN|Bisnis perkebunan kelapa sawit di Indonesia dan Malaysia dipandang berbeda satu sama lain, terutama dari sisi perlakuan pemerintah masing-masing. Di Malaysia industri perkebunan sawit setempat dibina, bahkan didukung dengan berbagai regulasi.

Namun di Indonesia, industri sawit justru harus mampu melakukan dua hal sekaligus, yakni memberikan sumbangan besar berupa devisa ke negara, dan di saat yang sama menghadapi kekangan berbagai regulasi.

Industri sawit Indonesia juga harus terus-menerus menghadapi berbagai fitnah atau black campign yang dilancarkan Uni Eropa.

"Bahkan saya melihat saat ini dan hingga beberapa waktu ke depan akan ada upaya-upaya mengeluarkan aturan agar pertumbuhan industri perkebunan sawit nasional semakin terkekang," ujar Ketua Umum Dewan Minyak Sawit Indonesia (DMSI), Derom Bangun, di Medan.

Derom menduga pemerintah melakukan hal itu untuk menjaga lingkungan.

Derom melihat banyak regulasi yang dikeluarkan sejumlah kementerian saling tumpang tindih dan memberatkan industri sawit, baik itu Kementerian Agraria dan Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional (ATR/BPN), Kementerian Kehutanan dan Lingkungan Hidup (KLHK).

Derom tidak mengerti mengapa pemerintah melakukan hal ini.

Sekretaris Gabungan Pengusaha Kelapa Sawit Indonesia (Gapki) Sumatera Utara, Timbas Prasad Ginting memaparkan sejumlah regulasi yang memberatkan industri perkebunan sawit.

Kata Timbas, terlalu banyak kementerian yang campur tangan terhadap sawit, seperti Kementerian KLHK yang mengeluarkan peraturan tentang gambut, terutama Peraturan Menteri KLHK Nomor 130/2016 tentang Ekosistem Gambut.

Kata Timbas, dua juta hektare lahan gambut di Indonesia, termasuk 200.000 ha di Sumatera Utara, yang telah diupayakan secara ekonomis menjadi industri hutan tanaman industri (HTI) dan sejumlah perkebunan termasuk sawit, berpotensi kembali menjadi hutan.

Termasuk kemungkinan “lenyapnya” perkebunan sawit di Labuhanbatu dan Labuhanbatu Selatan (Labusel) yang kebanyakan sudah berdiri sebelum Indonesia merdeka, seperti Kebun Sawit milik PTPN4 di Ajamu.

Sekretaris DPP Asosiasi Petani Kelapa Sawit Indonesia (Apkasindo), Asmar Arsjad menuding regulasi yang dikeluarkan pemerintah justru saling bertentangan. Ia mencontohkan proses landswap atau menukar lahan gambut atau hutan yang sudah menjadi perkebunan sawit.

"Perkebunan sawit di Sumut di-landswap dengan lahan hutan di Papua. Lah, hutan di Papua kok diubah? Bukankah ini justru bertabrakan dengan regulasi pemerintah tentang kehutanan. Pemerintah kita tidak care terhadap sawit," tanya Asmar Arsjad.