MEDAN-Menyikapi keluhan masyarakat terkait dugaan pungutan liar (Pungli) berkedok pass masuk di Kawasan Industri Medan (KIM) II Belawan, Pelaksana Tugas (Plt) Sekretaris Daerah (Sekda) Ibnu Sri Utomo mengaku telah memerintahkan Biro Perekonomian untuk mengecek secara langsung ke lapangan.

Bahkan, Ibnu mengaku akan mengevaluasi keberadaan pass masuk tersebut jika dinilai melanggar aturan ataupun terbukti memberatkan masyarakat.

"Saya sudah perintah Biro Perekonomian untuk mengevaluasinya. Kebetulah saya sekarang lagi di Jakarta. Nanti akan saya sampaikan perkembangannya ya," ujar Ibnu.

Kabiro Perekonomian Provsu Ernita Bangun saat dikonfirmasi terkait keluhan para supir dan pengusaha angkutan tak dapat memberikan komentar.

Ernita mengaku kalau dirinya masih berada di luar Kota Medan. Ironisnya lagi, saat disinggung soal keresahan para supir dan pengusaha angkutan akibat dugaan pungli telah berujung kepada demonstrasi di DPRD Sumut baru-baru ini, Ernita pun mengaku tidak mengetahuinya.

"Kapan demonstrasinya. Aduh nantilah ya. Saya masih di Jakarta kurang jelas apa yang ditanyakan. Coba tanya aja langsung kepihak KIM apa apa benar ada pungli itu," ujar Ernita.

Seperti diketahui, puluhan unit truk trailer di parkir di sekitar gedung DPRD Sumut, Jalan Imam Bonjol, Medan, Senin (2/10/2017) sebagai bentuk protes terhadap pungutan Rp 15.000 setiap kali masuk ke KIM II Belawan di Saentis, Percut Sei Tuan, Deliserdang.

Para Sopir bersama pengusaha yang tergabung dalam Organisasi Angkutan Darat (Organda) Sumatera Utara, menyatakan mereka telah menjadi korban pungli berkedok pass masuk yang diberlakukan sejak Juli 2017.

Menurut Ketua Organda Sumut, Haposan Siallagan, kutipan itu diberlakukan tanpa pembahasan dengan para sopir dan pengusaha angkutan.

Sebelumnya, biaya masuk ke KIM II pernah diberlakukan pada 2015, namun dihentikan setelah para sopir dan pengusaha angkutan menggelar mogok.

Saat itu, PT KIM berjanji tidak akan memberlakukan kutipan seperti itu lagi sebelum ada kesepakatan dengan Organda. Tapi nyatanya mulai Juli 2017, pihak KIM II menarik kutipan Rp 15.000 per truk.

Ironisnya lagi, kutipan tersebut juga dinilai tidak memiliki landasan hukum yang jelas.