MEDAN - Rencana TNI Angkatan Darat yang mengadakan acara nonton bareng film G30S/PKI di lingkup internal institusinya, bahkan akan diputar melalui televisi nasional pada HUT TNI 5 Oktober mendatang dinilai sebagai hal positif. "Para pelajar harus tahu bahwa sejarah masa lalu kita memang seperti itu kondisinya, dan harus disampaikan apa adanya. Terlepas, film yang diputar itu apakah versi terbaru," ujar praktisi pendidikan dari Lembaga Riset Publik (Larispa) Indonesia, M Rizal Hasibuan yang dihubungi, Rabu (27/9/2017).

Diutarakannya, pemutaran film ini bukan hal yang baru. Sebab, tahun-tahun sebelumnya telah dilakukan. Hanya saja, sekarang ini akan diputar secara luas bahkan di televisi nasional.

"Kalau ada yang menolak dengan pemutaran film tersebut, saya menilai tidak ada alasan yang kuat kenapa harus ditolak. Melalui film itu dapat mengenalkan kepada generasi muda, bahwa PKI itu memang nyata bukan hanya sekedar cerita saja. Oleh sebab itu, tidak boleh hilang begitu saja karena leluhur bangsa ini pernah disakiti atau dikhianati PKI," sebut Rizal yang juga akademisi dari Universitas Negeri Medan.

Disampaikan dia, meski pemutaran film ini memuat aksi kekerasan, kekejaman, pembantaian hingga pembunuhan, tidak ada dampak negatif. Sebab, hal ini adalah bagian dari pendidikan sejarah yang harus benar-benar apa adanya.

Dengan begitu, lanjutnya, diharapkan nantinya generasi penerus bangsa memiliki jiwa nasionalisme tinggi terhadap tanah air tercintanya. Artinya, satu sama lain harus bersatu demi bangsa dan negaranya.

"Sejarah itu tidak bisa dibuat-buat, dan merupakan sebuah realita yang pahit untuk dikenang. Oleh karenanya, dari situ dapat diambil pelajaran agar ke depan jangan sampai terulang kembali di masa yang akan datang," imbuhnya.

Hal senada diutarakan Dekan Fakultas Ilmu Budaya USU Dr Budi Agustono menilai, sekalipun film itu kontroversial atau menuai pro dan kontra tetapi akan menjadi suatu pelajaran berharga bagi generasi muda yaitu mahasiswa serta pelajar. Dengan kata lain, menjadi titik balik untuk melihat kembali peristiwa sejarah perjalanan bangsa.

"Hal itu tidak akan berdampak buruk. Apalagi saat ini penafsiran dalam peristiwa G30S/PKI terjadi perbedaan," kata Budi.

Dia berharap, tak hanya sekedar pemutar film namun mungkin juga kalau bisa dilanjutkan lagi untuk menggali kembali. Misalnya, persoalan-persoalan yang terkait dengan tahun 65-an.

Tujuannya, agar menjadi pondasi dalam meletakkan kebersamaan ke depan guna membangun persatuan dan kesatuan yang lebih erat lagi. Sehingga, tidak terjadi lagi perbedaan di kalangan berbagai elemen bangsa.