MEDAN-Menyangkut masalah krusial dan akut di Indonesia, yakni kemiskinan, sesungguhnya sudah terjadi perbaikan dalam penanganannya dari waktu ke waktu. Secara khusus bila dibandingkan antara era dimana Indonesia terpuruk ke dalam krisis ekonomi pada 1997 dengan saat ini, secara signifikan angka kemiskinan mengalami penurunan. Dari jumlah sekitar 23% pada 1997 saat ini menjadi "hanya" 10,64%.

Akan tetapi suka atau tidak harus diakui bahwa akhir-akhir ini terjadi perlambatan penanganan kemiskinan di Indonesia. Hal itu ditandai dengan bertambahnya jumlah orang miskin sebanyak sekitar 65.000 orang berdasarkan data pemerintah bulan Maret 2017. Kendati sesungguhnya persentasenya menurun dari 10,8%.

Kepala Ekonom Bank Dunia atau World Bank, Vivi Alatas menjelaskan seusai menjadi pembicara pada Workshop Pengentasan Kemiskinan di Medan yang diselenggarakan Asosiasi Pemerintah Provinsi Seluruh Indonesia.

Kata Vivi, sesungguhnya pemerintah baik di pusat maupun daerah sudah menunjukkan komitmen yang tinggi dalam mengatasi masalah kemiskinan di Indonesia. Terbukti dengan adanya alokasi anggaran serta adanya berbagai kebijakan untuk menanggulangi.

Persoalannya, katanya, terjadi berbagai kesulitan ketika hendak menginformasikan kebijakan-kebijakan tersebut. Diantaranya adalah soal kordinasi antara stakeholder yang terkait dengan pengimplementasian kebijakan.

"Butuh perbaikan terhadap kebijakan-kebijakan penanggulangan kemiskinan yang sudah dibuat. Jadi tidak lagi seperti membangun rumah dari not," ujar Vivi yang menyelesaikan studi S-3 di Princeton University.

Ungkap Vivi, terdapat empat pilar yang harus dijalankan dalam pengentasan kemiskinan. Pertama, adanya kesempatan yang sama pada akses pelataran. Kedua, terciptanya lapangan kerja yang lebih banyak dan layak bagi warga miskin. Ketiga, adanya perlindungan sosial bagi warga khususnya bagi warga miskin sehingga bisa bangkit kembali. Keempat, memastikan berbagai instrumen anggaran seperti subsidi pajak semakin progresif.

"Keempat pilar tersebut sama-sama prioritas. Dibutuhkan peran semua pihak termasuk masyarakat miskin dalam pelaksanaannya, ujar Vivi.

Berbagai pelajaran berharga dari negara lain dalam hal pengentasan kemiskinan kata Vivi dapat ditiru. Soal pengaturan ketenagakerjaan bisa belajar dari Korea Selatan. Soal mengubah perilaku warga miskin belajar dari Zimbabwe.

"Tidak hanya dari luar negeri, dari dalam negeri juga perlu saling belajar kebijakan yang dibuat satu daerah untuk kemudian direplikasi sehingga kemiskinan terus dapat diturunkan jumlahnya," tegas Vivi.