JAKARTA - Jelang hari peringatan Gerakan 30 September (G30S) 1965, isu komunisme ramai menjadi pemberitaan. Mulai dari Panglima TNI Jenderal Gatot Nurmantyo menginstruksikan jajarannya untuk nonton bareng film G30S/PKI yang menuai polemik, hingga pengepungan massa terhadap kantor YLBHI buat membubarkan diskusi yang dituding soal komunisme.

Komunisme memang menjadi ideologi terlarang di Indonesia. Bahkan pembubaran PKI sebagai organisasi terlarang dan pelarangan ideologi komunisme diatur dalam TAP MPRS XXV Tahun 1966.

"Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat Sementara Republik Indonesia Nomor XXV/MPRS/1966 Tentang Pembubaran Partai Komunis Indonesia, Pernyataan Sebagai Organisasi Terlarang Di Seluruh Wilayah Negara Republik Indonesia Bagi Partai Komunis Indonesia dan Larangan Setiap Kegiatan Untuk Menyebarkan Atau Mengembangkan Faham Atau Ajaran Komunis/Marxisme-Leninisme," demikian isi TAP MPRS XXV Tahun 1966.

TAP tersebut dikeluarkan setelah tragedi pembunuhan para jenderal revolusi yang biasa disebut Gerakan 30 September/G30S.

Ramainya isu komunisme dan pengepungan kantor YLBHI menarik perhatian mantan Ketua Umum PP Muhammadiyah Buya Syafii Maarif untuk angkat bicara. Anggota Unit Kerja Presiden Pembinaan Ideologi Pancasila (UKPPIP) ini mengatakan jika acara di YLBHI tak perlu dikhawatirkan secara berlebihan.

"(Acara di YLBHI) oke-oke saja. Mungkin ada sisa-sisa masa lampau yang dikhawatirkan. Saya kira tidak ada ancaman. Saya tidak melihat ada ancaman dari kekhawatiran komunisme itu," kata Guru Besar Sejarah Universitas Negeri Yogyakarta ini saat ditemui di masjid dekat kediamannya di Nogotirto, Kecamatan Gamping, Kabupaten Sleman, DIY, Senin (18/9) lalu.

Syafii Maarif mengaku sudah tak lagi percaya dengan isu komunisme. Bagi dia, isu komunisme merupakan mimpi di siang bolong.

"Kebangkitan Komunisme itu kan bagai mimpi di siang bolong. Negara-negara yang dulu menganutnya sudah meninggalkannya. Di Eropa ada Rusia. Komunisme di negeri itu hanya tersisa 13 persen," katanya.

Dia menyampaikan jika di China saja pengikut komunisme sudah sangat sedikit. Sedangkan di Korea Utara, lanjut Syafii Maarif, komunisme hanya digunakan Kim Jong Un untuk menjalankan kepemimpinan yang diktator.

"Saya tidak begitu percaya (komunisme). Di mana-mana komunisme sudah runtuh. Munculnya PKI di masa awal kemerdekaan karena ada yang menjadi bosnya. Sekarang tidak ada lagi pihak yang menyokong komunisme. Kebangkitan komunisme itu seakan dibuat-buat. Saya tak tahu itu (siapa yang membuat," katanya.

Sementara itu, Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia (Menkum HAM) Yasonna Hamonangan Laoly tak mau ambil pusing dengan kegaduhan pemutaran film G30S/PKI. Menurut dia, ketakutan akan kebangkitan PKI hanyalah permainan politik. Senada dengan Buya Syafii, Yasonna bahkan menyebut isu kebangkitan PKI adalah mimpi di siang bolong.

"Kalau isu PKI itu kan mimpi di siang bolong. Itu untuk apa dibangkitkan hantu yang sudah mati. Lihat saja di dunia ini, mana ada lagi dikatakan PKI secara UU dan ketetapan MPR pun itu kan sudah dilarang. Lalu apalagi?" kata Yasonna di Kompleks Istana Kepresidenan, Jakarta, Selasa (19/9) kemarin.

"Jadi jangan dibuat menjadi permainan politik, itu harapan kita. Rakyat ini sudah capek, marilah kita kerja, seolah-olah tidak ada kerja yang positif yang kita kerjakan. Banyak tugas yang lebih baik daripada sekadar menebar isu," sambungnya.

Secara tersirat, Yasonna tak menyoal jika film bersejarah G30S/PKI diputar. Sebab, masyarakat dewasa ini sudah bisa mencerna fakta sejarah sebenarnya. "Saya kira masyarakat sudah dewasa melihat sejarah, sudah sangat dewasa melihat fakta-fakta sejarah yang ada," ucapnya.

Terkait usulan Presiden Joko Widodo agar film PKI dibuat dalam versi baru agar lebih mudah dicerna generasi milenial, Yasonna tak ingin menanggapi.

"Saya tidak berhak untuk menjawab itu. Biarlah ahli sejarah yang menjelaskan, kan kontroversi itu sangat jelas sejak dulu. Itu dulu kan panjang ceritanya," pungkasnya.***