MEDAN-Seluruh mekanisme yang dijalankan partai-partai politik di tingkat daerah, DPW atau DPD, dalam rangka penentuan calon kepala daerah, baik itu bupati/walikota maupun gubernur hanya sesuatu yang normatif. Tidak ada maknanya sama sekali. Atau ekstrimnya bohong-bohongan.

Proses seleksi partai di tingkat daerah itu tujuannya adalah pencitraan agar publik melihat parpol tersebut seolah-olah serius dalam memilih pasangan calon yang hendak didukung. Demikian dijelaskan pengamat politik dari FISIPOL USU, Dadang Darmawan Pasaribu.

Pada akhirnya, papar Dadang, semua proses rekrutmen oleh parpol di tingkat daerah akan hilang oleh keputusan DPP.

Kata Dadang, oleh pengurus masing-masing partai di tingkat pusat atau DPP sudah terlebih dahulu dibuat keputusan tentang nama calon Gubsu yang akan diusung. Proses rekrutmen di daerah menyesuaikan pada kehendak DPP.

"Contohnya adalah Partai Hanura. Penggantian ketua DPD kepada Kodrat Shah adalah dalam rangka menetapkan dukungan kepada Edy Rahmayadi. Makanya seketika Kodrat Shah terpilih dia langsung menyatakan dukungannya kepada Edy Rahmayadi," papar Dadang.

Dengan demikian, ujar Dadang, seluruh proses rekrutmen seperti penjaringan yang dijalankan Hanura tidak ada artinya.

Contoh lain adalah Partai Amanat Nasional (PAN). Semula dijadwalkan akan ada penyampaian visi dan misi dari setiap balon di hadapan para kader, tokoh masyarakat serta akademisi, Minggu, 17/9/2017). Akan tetapi dengan alasan tak satu pun dari tiga balon yang mendaftar hadir, acara tersebut dibatalkan. Penentuan balon yang direkomendasi ke DPP hanya melalui seleksi administrasi.

Begitu juga dengan Partai Demokrat. Sampai sekarang entah bagaimana kabar tentang nama-nama bakal calon yang mendaftar. Di tengah informasi pelaksanaan tahapan fit and proper test, muncul kabar DPP yang sudah menetapkan JR Saragih sebagai calon yang akan diusung.

"Jelas bahwa proses rekrutmen balon Gubsu oleh parpol tidak lebih hanya untuk pencitraan. Yang memutuskan semuanya adalah DPP," tegas Dadang.