MEDAN-Ketua DPP PDIP Trimedya Panjaitan, mengatakan, rakyat Indonesia selalu menjadikan setiap calon kepala daerah sebagai komoditi yang dapat menguntungkan. Hal ini yang membuat biaya politik dalam setiap even pemilu seperti Pilkada menjadi mahal.

"Rakyat tidak konsisten. Mau pemerintahan yang bersih tapi saat ada yang mau maju jadi kepala daerah dijadikan komoditi. Ini kan perlu dana yng besar," ujarnya saat membuka acara Rakerda Diperluas DPD PDIP Sumut, di Hotel Danau Toba International, Jalan Imam Bonjol, Medan.

Untuk itu, pihaknya selalu menyampaikan kepada KPK agar dapat mengingat kan rakyat untuk tidak

"digarong" calon kepala daerahnya untuk mendapatkan keuntungan pribadi.

Diungkapkannya, kalau mau jujur kepala daerah itu seperti jadi bupati saja tidak kurang telah mengeluarkan biaya hingga Rp 30 miliar. Nilai yang tinggi ini membawa peluang kepala daerah tertangkap karena kasus korupsi.

"Untuk itu lah, kami minta pemerintah memperhatikan gaji dan tunjangan kepala daerah, sehingga bupati itu tidak garong lagi beberapa proyek. Kalau begini terus, maka tidak akan pernah maju-maju daerah tersebut," tutur anggota Komisi III DPR ini.

Menurut anggota DPR dari Dapil Sumut, biaya politik itu memang diharuskan dipenuhi calon kepala daerah, yang diperuntukkan bagi tim sukses, cetak, pasang dan yang menjaga baliho. Belum lagi kalau ketemu masyarakat di beberapa titik yang membutuhkan ini dan itu.

"Semuakan pakai dana. Kalau bagi partai harus aman uang saksi. Satu TPS ada 2 saksi yang dibayar sekitar Rp 150.000-Rp 200.000/saksi. Jadi tinggal kalkulasi kan saja berapa dana yang diperlukan," pungkasnya.