KUALA LUMPUR - Awalnya Diananda Choirunisa menekuni olahraga pencak silat dan panahan. Kedua olahraga tersebut dikenalkan kedua orang tuanya.

Ayahnya Zainuddin adalah pesilat peraih medali perak SEA Games Myanmar 2013 sedangkan ibunya, Ratih Widyanti adalah adik kandung pemanah anggota trio srikandi peraih perak Olimpiade Seoul 1998, Lilis Handayani.

"Saya sering ikut latihan panahan sama ibu dan pencak silat dengan bapak," kata Diananda yang ditemui GoNews.co, usai upacara pengalungan medali Recurve perorangan putri di lapangan panahan Majelis Sukan Negara Bukit Jalil, Kuala Lumpur, Malaysia, Minggu (20/8/2017).

Gadis kelahiran Surabaya, 17 Maret 1997 ini mengaku memutuskan memilih menekuni olahraga panahan saat kelas 2 SD.

"Waktu itu, saya dijelaskan sama bapak dan ibu tentang resiko menekuni pencak silat dan panahan. Kalau pencak silat, kata mereka bisa patah tulang sedangkan panahan kulit akan hitam akibat terus berjemur di lapangan. Jadi, saya lebih memilih panahan karena takut patah tulang dan medali yang diperebutkan juga lebih banyak," katanya.

Pilihan anak pertama dari 3 bersaudara ini cukup tepat. Dia mencatat prestasi cemerlang. Bukan hanya meraih medali emas di PON, Dianda juga tercatat meraih emas di SEA Games Myanmar 2013 dan SEA Games Singapura 2015 untuk nomor Recurve Beregu Putri.

Di SEA Games XXIX Malaysia 2017, Diananda yang tidak diunggulkan membuat kejutan dengan merebut emas Recurve perorangan putri. "Saya tidak menduga bisa meraih emas Recurve perorangan putri apalagi saingan cukup banyak. Medali emas ini saya persembahkan buat kedua orang tua," katanya.

Mengenai bonus medali emas senilai Rp250 juta dari pemerintah, kata Diananda, akan dialokasikannya untuk membangun rumah. "Kebetulan saya punya tanah di Surabaya, jadi bonus itu untuk biaya bangun rumah," katanya. ***