MEDAN-Taksi online dan Taksi konvensional kini semakin "merajai" jalanan. Selain itu, dilema keduanya juga menjadikan kedua jenis angkutan ini saling bersaing.

Untuk angkutan umum konvensional di Medan terdiri dari beberapa jenis seperti taksi diantaranya Bluebird, Abadi hingga Ekpress. Selain itu, ada juga becak bermotor, angkutan kota (angkot), bus hingga jenis ojek.

Sementara untuk jenis angkutan online ada ojek online hingga taksi online dengan berbagai jenis angkutan mobil pribadi. Dari aplikasi online yang tersedia diantaranya Go-Jek (Go-Car), Uber dan Grab ini, hanya sopir taksi online yang dibebankan untuk mengurus izin kendaraannya.

"Kalau sopirnya ya bebas mau pilih aplikasi apa yang dia pakai. Mau itu Uber, Grab atau Go-Car. Tapi yang penting urus izinnya dulu. Harus melalui perusahaan angkutan. Jadi, setelah mendapat izin baru boleh beroperasi memilih aplikasi mana yang dia pakai nanti," kata Kepala Dinas Perhubungan Sumatera Utara (Sumut) Antony Siahaan.

Hal yang sama kata dia, sesuai hasil rapat bersama Ditlantas Polda Sumut di Kantor Dishub Sumut, yang mana hasil rapat itu menegaskan akan menertibkan taksi online yang tidak berizin.

"Jadi, kan nanti perusahaan angkutan itu yang kirimkan surat rekomendasi dan pengantar ke kita untuk urus izin. Itu yang kita tekankan, bahwa harus melalui badan usaha yang sah mengurus izin. Artinya, nanti operasional taksi online itu di bawah perusahaan angkutan itu dengan menggunakan aplikasi online," ujarnya.

Antony menjelaskan, pihaknya hanya mengurusi teknis operasional angkutan saja. Mengenai aplikasi merupakan kewenangan Kementerian Kominfo.

"Ya, kita kan urus izin dan operasionalnya. Kalau aplikasi itu ya ke Kominfo. Bukan kita. Yang penting kesepakatan kita itu kan urus izin operasionalnya melalui perusahaan angkutan itu tadi yang saya bilang," jelasnya.

Dia menyebutkan, saat ini di wilayah Medan, Binjai dan Deliserdang diperkirakan sekitar ribuan unit di lapangan. Namun, hingga kini baru sekitar 800 unit dari lima perusahaan angkutan yang beroperasi.