MEDAN-Anggota DPRD Sumut Muchrid Nasution resmi mendaftarkan gugatan Tata Usaha Negara kepada Gubernur Sumatera Utara Tengku Erry Nuradi di Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) Medan.

Gugatan tersebut didaftarkan Tim Advokasi Tolak Kenaikan Tarif Perusahaan Daerah Air Minum (PDAM) yang diinisiasi Lembaga Advokasi dan Perlindungan Konsumen (LAPK) selaku kuasa hukum dari Politikus Golkar Muchrid Nasution.

Gugatan TUN diajukan karena Erry dianggap sebagai pihak yang bertanggung jawab terhadap kenaikan tarif air PDAM Tirtanadi yang cacat hukum karena tidak mengikuti proses dan tahapan yang diatur dalam undang-undang Administrasi Pemerintahan maupun Perda No. 10 Tahun 2009.

"Gubsu dianggap tidak berhati-hati menandatangani SK Gubernur No. 188.44/732/KPTS/2016 yang tidak memastikan apakah telah melalui konsultasi public baik dengan pelanggan Tirtanadi maupun Komisi C DPRD Sumatera Utara," kata Sekretaris LAPK, Padian Adi Siregar dalam keterangan persnya yang diterima wartawan, Selasa 18 Juli 2017.

Penggugat yang juga anggota Komisi C DPRD Sumut, dirugikan dengan tidak dilakukannya rapat konsultasi sebelum menerbitkan SK Gubernur terkait kenaikan tarif air minum. Karena dianggap ikut menyetujui kenaikan tarif.

Padahal PDAM Tirtanadi atau Gubsu sama sekali tidak pernah berkomunikasi dengan Komisi C untuk membahas kenaikan tarif, malah justru yang terjadi SK Gubernur sudah ada dan tiba-tiba tarif sudah naik.

"Gubsu dianggap arogan yang tidak mematuhi rekomendasi Ombudsman Sumut dan Komisi C DPRD Sumut agar mencabut SK Gubernur No. 188.44/732/KPTS/2016 yang dianggap cacat hukum dan semua peraturan yang berkaitan penetapan tarif air minum dilanggar. Baik Ombudsman Sumut maupun Kemendagri merekomendasikan PDAM Tirtanadi dan Gubsu harus mengikuti Pasal 75 Perda No. 10 Tahun 2009 yang mengharuskan sebelum SK ditandatangi Gubsu harus dilakukan rapat konsultasi," sambungnya.

Selain itu, katanya lagi, gugatan tersebut didaftarkan tanggal 18 Juli bertepatan 1 tahun sudah perjuangan pelanggan atau anggota Komisi C DPRD Sumut menolak rencana kenaikan tarif air yang dilakukan PDAM Tirtanadi.

"Makanya tanggal yang dipilih dan jumlah kuasa hukum sebagai simbol perlawanan terhadap PDAM Tirtanadi yang semena-mena menaikkan tarif air padahal pelayanannya begitu buruk," tegasnya.

LAPK, katanya, sangat mengapresiasi langkah yang dipilih penggugat berani menggugat Gubsu dan berpihak pada kepentingan pelanggan PDAM Tirtanadi.

Tidak sedikit anggota DPRD yang bersembunyi dan diam atas arogansi Gubsu yang tidak melibatkan DPRD Sumut untuk berkonsultasi menetapkan tarif air. Karena Gubsu berkeyakinan DPRD pasti menolak kenaikan tarif sehingga Gubsu mengebiri fungsi Komisi C DPRD dan melanggar Perda No. 10 Tahun 2009.

"Harapan dengan gugatan ini diajukan majelis hakim PTUN Medan menggunakan hati nuraninya untuk membatalkan SK Gubsu No. 188.44/732/KPTS/2016 karena semua lembaga konsultasi dan pengawasan yaitu Komisi C DPRD Sumut, Ombudsman dan Kemendagri merekomendasikan agar dicabut dan dibatalkan. Dengan fakta-fakta itu penggugat berkeyakinan PTUN Medan mengabulkan gugatan penggugat," sebutnya.

Gugatan TUN ini, imbuhnya, sebagai langkah awal upaya hukum yang dilakukan LAPK. Tentu gugatan ini memberi semangat bagi konsumen untuk berjuang mempertahankan haknya dan melawan kebijakan pemerintah yang tidak berpihak kepada masyarakat. Tetapi, begitupun idealnya Gubsu harus membatalkan SK Kenaikan Tarif tanpa harus ada gugatan TUN atau gugatan lain.