BANDA ACEH - Aceh merupakan provinsi paling barat Indonesia, memiliki keindahan alam yang cukup memukau. Sebagian besar wilayah provinsi Aceh merupakan pesisir‎ dan punya memiliki kekayaan alam yang luar biasa.
?Khususnya di daerah pesisir, ratusan hingga ribuan orang berprofesi sebagai nelayan dan petani tambak (empang), seperti nelayan laut, petani garam, hingga para pencari tiram dengan mengandalkan alat seadanya untuk mereka bekerja.
 
?Nurhayati (40), warga Gampong Tibang, Kecamatan Syiah Kuala, Banda Aceh, menghidupi keluarganya dengan bekerja sebagai pencari tiram sejak belasan tahun lalu. Pekerjaan ini dilakoninya untuk untuk menafkahi dua orang anaknya yang saat ini masih mengikuti pendidikan di tingkat SMA.
 
?"Saya tamatan SMA, saya lahir di sini, sejak kecil hingga sekarang sudah mencari tiram disini, kurang lebih sudah 10 tahun lebih, mulai tekun sebagai pencari tiram sejak sesudah tsunami 2004," ujarnya kepada GoAceh, saat ditemui di kawasan bawah Jembatan Tibang, Jumat (7/7/2017) sore.
 
?Nurhati mengaku, dalam sehari dirinya memperoleh rejeki sekitar Rp 30 ribu dari hasil mencari dan menjual tiram. Penghasilannya tersebut tergolong sangat minim dan bahkan sangat kurang untuk menghidupi keluarga kecilnya yang telah ditinggalkan suami yang entah kemana sejak bertahun-tahun lalu.
 
"Berangkat kadang pagi, siang atau sore sama ibu-ibu yang lainnya, tergantung pasang surutnya air. Kalau air surut, bisa kita cari, kalau enggak gak bisa. Sehari biasanya bisa dapat 2 atau 3 muk tiram yang dijual Rp 10 ribu per muknya. Kalau lagi susah didapat, mungkin cuma bisa satu muk saja," ungkap wanita paruh baya ini.
 
?Dengan penghasilan sebesar itu, digunakannya untuk makan sehari-hari, mulai dari dibelanjakannya beras yang kualitasnya sangat rendah bahkan tak jarang berkutu dan busuk, lauk pauk untuk teman makannya, hingga kebutuhan dua orang anaknya.
 
"Kadang beli beras catu yang harganya Rp 70 ribu per karung, mungkin orang buang beras itu, tapi kamu kejar. Anak-anak masih sekolah, kadang-kadang kerja (buruh/serabutan) kalau ada panggilan, kadang pun tiap minggu ikut kesini cari tiram untuk uang jajan," ungkap pencari tiram yang tak luput dari luka gores bahkan luka robet akibat terkena kulit tiram ini.
 
?Ia mengaku, selama ini belum pernah mendapatkan bantuan apapun dari pemerintah, kecuali beberapa bulan lalu mendapatkan bantuan dari Baitul Mal Aceh sebesar Rp4 juta per orang dari kelompoknya, setelah diperjuangkan oleh salah seorang mantan kombatan GAM, yakni Syardani M Syarif alias Tgk Jamaika.
 
"Dulu pernah dibantu oleh Baitul Mal berkat Tgk Jamaika, beliau sering main ke sini kadang untuk beli tiram, sekedar berbincang atau menyapa, kebetulan beliau dari dulu juga sering main ke daerah Tibang ini. Dari bantuan itulah, kami gunakan untuk beli perlengkapan kayu untuk memperbanyak tiram dan perlengkapan segala kebutuhan lainnya, tapi sekarang ini belum pernah dapat bantuan lagi," jelasnya.
 
?Wanita yang pernah mengalami kebakaran rumahnya ini berharap, agar pemerintah, khususnya pemerintah kota Banda Aceh dapat memperhatikan mereka, dengan membantu pihaknya selaku pencari tiram.
 
?"Kami berharap pemerintah bisa membantu kami sebagai pencari tiram. Mungkin pemerintah bisa bantu kami membudidayakan tiram agar tiramnya tidak susah dicari seperti selama ini. Selama ini, mau tidak mau tiram yang masih kecil pun diambil untuk dijual mempertahankan hidup kami," tambahnya.