MEDAN-Libur Lebaran yang cukup panjang mengakibatkan penumpukan tandan buah segar (TBS) kelapa sawit milik petani di Sumatera Utara (Sumut).

Apalagi petani tetap melakukan panen meski pabrik kelapa sawit (PKS) tidak bisa menampungnya karena tidak beroperasi selama libur Lebaran.

Akibatnya, harga TBS kini hanya Rp 1.300 per kilogram (kg) dari sebelumnya sekitar Rp 1.400 hingga Rp 1.450 per kg.

Ketua Asosiasi Petani Kelapa Sawit Indonesia (Apkasindo) DPW Sumut Gus Dalhari Harahap mengatakan, penumpukan TBS mulai terjadi sebelum Lebaran.
"Penumpukan TBS memang kerap terjadi saat Lebaran karena PKS libur.

Tapi petani tetap panen dan membuat pasokannya melimpah. Tentu harganya menjadi murah dan saat ini ada perbedaan harga hingga Rp 476,95 per kg-nya dari harga penetapan yang sebesar Rp 1.776,95 per kg," katanya, di Medan.

Kembali melorotnya harga TBS pasca libur Lebaran sebenarnya menurut dia, sudah diantisipasi dengan meminta Tim Penetapan Harga TBS Provinsi untuk mengawasi tata niaganya saat Lebaran. Sehingga harga yang didapatkan petani tidak memiliki perbedaan cukup jauh dengan harga penetapan.

Diakuinya, kondisi ini sudah menjadi "langganan" petani pasca Lebaran. Namun dengan harga yang cukup rendah saat ini, kerugian petani semakin besar. Petani sangat berharap harga bisa segera membaik. Meski masih jauh dari target Rp 2.000 per kg, setidaknya petani bisa mendapatkan harga sesuai harga penetapan.

Sementara itu, harga minyak kelapa sawit atau Crude Palm Oil (CPO) belum sepenuhnya mencerminkan harga di pasar. Hari ini harganya terpantau diperdagangkan di kisaran US$ 489 per ton. Beberapa rujukan harga juga masih mengacu kepada harga terakhir sebelum Lebaran yakni RM 2.447 per ton.

"Musim libur panjang membuat acuan harga sawit nasional belum sepenuhnya mencerminkan kondisi pasar," kata pengamat ekonomi Sumut Gunawan Benjamin.

Harga sawit usai musim liburan baru akan terlihat pekan depan. Sehingga bisa dijadikan acuan untuk menentukan harga di tingkat petani. Namun dengan kondisi pasokan cukup banyak, tentu saja ada kemungkinan harganya turun.

"Begitupun, tetap ada optimisme harga naik karena ada peningkatan permintaan termasuk dari negara-negara Muslim yang pabriknya juga libur selama Lebaran," kata Gunawan.