MEDAN - Berdasarkan data yang diperoleh dari Bank Indonesia Sumatera Utara (BI Sumut), tren temuan uang palsu cenderung meningkat sejak 4 tahun terakhir. Dari tren uang palsu tersebut paling banyak ditemukan adalah pecahan Rp100.000 dan Rp50.000. Untuk di tahun 2014, temuan uang palsu ini sebanyak 2.975 lembar, tahun 2015 naik menjadi 3.737 lembar, tahun 2016 sebanyak 3.902 lembar dan 2017 ada 1.936 lembar hitungan per Mei.

“Peredaran uang palsu ini memanfaatkan ketidaktahuan masyarakat terhadap uang rupiah. Celah inilah yang dimanfaatkan oleh oknum-oknum atau pelaku kejahatan,” ujar Kepala Kantor BI Sumut Arief Budi Santoso.

Ia menyatakan, untuk mengantisipasi peredaran uang palsu berbagai upaya telah dilakukan. Upaya tersebut seperti mengedukasi masyarakat.

“Edukasi menjadi pilihan utama dan pelaksanaannya telah dilakukan pada proses penukaran uang pecahan, yang salah satu di pasar tradisional. Selain itu, edukasi dan sosialisasi juga dilakukan terhadap mahasiswa serta pelajar,” jelas Arief.

Meski demikian, sambungnya, tetap saja ada kemungkinan peredaran uang palsu terjadi. Oleh karena itu, peran serta masyarakat juga diperlukan dalam mengatasi persoalan ini. Sebab, dalam melancarkan aksinya tentu dengan beragam modus operandi.

“Kami juga bekerja sama dengan Polri dalam menindak peredaran uang palsu untuk proses hukum. Dalam proses tersebut tentunya tidak hanya sebatas kepada pengedar saja, tetapi juga terhadap distributor hingga pemodalnya,” jabarnya.

Arief menambahkan, sejauh ini untuk peredaran uang palsu emisi baru belum ada informasi ditemukan. Sebab, dalam uang keluaran terbaru itu ada banyak pengaman tambahan untuk mengantisipasinya. Dengan begitu, akan lebih mudah bagi masyarakat mengetahui mana yang asli dan palsu.