BIREUEN - Sebagian besar masyarakat Aceh, berbuka puasa pada bulan Ramadan tanpa sajian makanan khas “lemang” tentu sangat hambar rasanya.

Meski, lemang bukan salah satu hidangan utama di antara sederetan makanan dan minuman lainnya yang wajib saat berbuka dengan keluarga.
 
Bila sempat singgah di Kota Bireuen, maka akan kita temukan dua lokasi khusus penyediaan jajanan, penganan berbuka puasa, yakni di Jalan Langgar Square maupun di Jalan Pengadilan Lama Bireuen.
 
Di sini, ratusan pedagang aneka makanan tersedia menjelang di sore harinya, termasuk para pedagang lemang. 
 
Makanan khas ini, merupakan makanan favorit bagi semua warga, termasuk masyarakat Aceh. Sebab makanan yang diramu dari beras ketan hitam dan putih ini merupakan paduan rasa yang gurih dan segar.
 
Tradisi pembuatan lemang di Aceh hanya bisa kita jumpai di saat bulan suci Ramadan, kecuali di Padang, Palembang dan Bandung. Daerah ini biasanya tetap tersedia setiap hari maupun parayaan hari raya lebaran.
 
Sementara di wilayah Bireuen, pelaku usaha pembuatan lemang itu sendiri hanya terdapat di pinggiran kota atau gampong-gampong pedalaman, itupun hanya orang-orang tertentu yang pandai meramu makana khas ini.
 
Kebanyakan yang mengguluti serta padai meramu lemang, orang-orang tertua terdahulu, dan kini kegiatan itu diteruskan oleh anak maupun cucu-cucu mereka.
 
Seperti halnya yang diguluti warga Dusun Tgk Malem, Gampong Blang Rhem, Kecamatan Jeumpa, Kabupaten Bireuen, Tarmizi (47) dan isterinya Azizah (42), satu keluarga yang masih mengguluti usaha pembuatan lemang secara turun menurun.
 
Menurut Tarmizi, usaha pembuatan Lemang secara turun  menurun ini, dirintisnya oleh isterinya sejak 1988, setelah ayahnya, almarhum Muhammad Lancok “empunya” usaha itu meninggal dunia.
 
Meski belakangan ini, usaha pembuatan lemang sempat dilakoni dan diteruskan oleh isteri almarhum, Muhammad Lancok dan terakhir usaha meramu lemang dilakukan Azizah, istri Tarimizi.
 
“Kalau sekarang, terutama bulan puasa, lemang bisa laku 25 buluh dengan keutungan Rp150 hingga Rp200 ribu per hari, berbeda dengan kondisi sebelumnya bisa laku hingga 50 buluh setiap hari,” kata Azizah, Minggu (12/6/2017).
 
Kebangaan lain, tambah Azizah, sebagian familinya di Jakarta atau warga Aceh di Bandung sering memesan lemang buatannya untuk dikirim ke sana, sebab kelebihan lemang yang diraciknya itu bisa tahan tiga hingga empat hari lamanya. 
 
Makanan Khas “lemang aceh” tentu salah satu kuliner Aceh yang beda rasa dengan lemang daerah lain ini patut dilestarikan, sehingga makanan khas Aceh tak lagi tinggal nama.