MEDAN - Pembentukan Undang-Undang No. 7 Tahun 2016 tentang perlindung dan pemberdayaan nelayan, pembudidaya ikan dan petambak garam merupakan suatu bentuk perhatian pemerintah dalam melindungi nelayan. Hal ini disampaikan oleh anggota Komisi IV DPR RI, Fadly Nurzal dalam penyampaian sosialisasi UU No. 7 Tahun 2016 yang diadakan diaula PPSB Gabion Belawan, Jumat (9/6/2017).

Anggota Komisi IV DPR RI itu juga menyampaikan, aturan yang mengatur nelayan tidak ada sehingga yang terjadi adalah yang kuat mengatur yang lemah. Dengan undang-undang ini diharapkan nelayan lebih percaya dan lebih yakin dalam bekerja karena merasa nyaman dan dilindungi pemerintah.

Dalam menyampaikan sosialisasi tersebut, pihak legislatif juga mendorong agar instansi terkait yang berhubungan dengan masalah perikanan dan kelautan bisa sinergi membantu kelangsungan hidup masyarakat nelayan.

Pada kesempatan itu, salah seorang perwakilan masyarakat dari Langkat, Adnan Nur meminta agar alih fungsi mangrove yang terjadi di Langkat dan sekitarnya segera ditindak.

"Diminta kepada anggota dewan, KKP segera menindak pengusaha sawit yang telah mengalihfungsikan lahan mangrove," ujarnya.

Fadly Nurzal dalam menyikapi kondisi tersebut menyatakan bahwa peran serta masyarakat dan pemerintah daerah maupun aparat penegak hukum harus terus dilakukan agar tindakan alihfungsi kawasan perikanan dapat dihentikan.

"Peran serta masyarakat maupun pemerintah dan aparat penegak hukum harus terus dilakukan dan jangan sampai berhenti dan kalah dengan para pelaku alih fungsi," kata Fadly.

Sementara itu Kabiro Hukum KKP, Tini Martini, menyatakan bahwa undang-undang ini dibuat untuk melindungi dan memperhatikan nasib nelayan baik itu peraturannya maupun pemberian asuransi.

Hadir dalam kegiatan sosialisasi tersebut beberapa perwakilan nelayan seperti HNSI, PPSB, Airud, Lantamal I, Dinas Perikanan dan Kelautan Sumut, Dinas Pertanian dan Kelautan Medan, Karantina Ikan, Kantor Stasiun Pengawasan Perikanan dan lainnya.