MEDAN-Harga cabai di tingkat petani di Sumatera Utara (Sumut) terus melorot dan kini hanya sekitar Rp 6.000 hingga Rp 8.000 per kilogram (kg). Penurunan tersebut membuat petani mulai kewalahan untuk menutupi biaya produksi. Pasalnya, harga yang didapatkan petani sudah di bawah modal.

"Penurunan harga cabai ini memang sangat mengecewakan. Karena sudah hampir tiga bulan lebih. Padahal di akhir tahun lalu, harganya bisa mencapai Rp 70.000 hingga Rp 80.000 per kg. Makanya sekarang kami (petani), sudah tak balik modal lagi," kata Suhendra, petani cabai di Kecamatan Sei Suka Batubara.

Tren penurunan harga cabai kata dia, sudah terlihat sejak pertengahan Januari 2017. Setelah sempat tembus Rp 100.000 per kg di awal tahun 2017, harga cabai kemudian turun ke level Rp 50.000 hingga Rp 55.000 per kg.

Kemudian turun lagi dan pada akhir Februari hanya Rp 13.000 hingga Rp 15.000 per kg.

Petani kata Suhendra, tentu menyayangkan penurunan harga ini karena membuat untung mereka semakin menciut dan kini bahkan tidak bisa menutupi biaya produksi lagi.

Dengan kondisi ekonomi saat ini, harga ideal di tingkat petani sebesar Rp 20.000 per kg. Sementara harga modalnya berkisar Rp 9.000 hingga Rp 10.000 per kg.
Karena itu, lanjut Suhendra, petani sangat berharap harga akan membaik sehingga bisa menutupi biaya produksi. Selain itu, pemerintah juga harus mendukung petani terkait program tidak tanam serentak.

"Jika petani tanam serentak, maka harga akan murah. Karena stok melimpah sementara permintaan tetap sama. Kami (petani) sangat berharap ada perhatian pemerintah agar harganya bisa naik lagi. Setidaknya di level ideal," kata Suhendra.

Sementara itu, harga cabai di pasar juga terus turun dan kini berkisar Rp 15.000 hingga Rp 18.000 per kg. Tahun 2017 ini, cabai masuk dalam fokus pengembangan. Melalui upaya khusus (upsus), luas tanam cabai di Sumut ditargetkan seluas 37.101 hektare. Target ini jauh di atas realisasi tanam ditahun 2016 seluas 8.271 hektare.

Menurut pengamat pertanian Sumut Prof Abdul Rauf, tingginya pertanaman cabai di Sumut menjadi salah satu pemicu penurunan harga.

"Panen jadi melimpah. Ini juga ditengarai banyak yang menanam cabai karena harganya mahal di tahun lalu. Ini merupakan fenomena umum di dunia pertanian kita, ketika barang pertanian tertentu mahal di pasaran karena produksi sedikit maka kemudian petani ramai-ramai bertanam komoditas tersebut," katanya.

Makanya, lanjut Rauf, pada saat semuanya panen, produksinya banjir di lapangan dan itu menyebabkan harga turun. Hal ini juga menandakan badan pemegang otoritas pertanian di Sumut belum efektif berjalan. Sebut saja, Dinas Tanaman Pangan dan Hortikultura.

Dinas ini tidak mampu mengelola petani agar jangan ikut-ikutan memproduksi komoditas tertentu atau secara konsisten dapat menerapkan kebijakan perwilayahan komoditas.

Anjloknya harga cabai juga menunjukkan bahwa mekanisme penyanggaan terhadap produksi pertanian oleh pemerintah tidak berjalan.

Rauf mengatakan, petani dibiarkan sendiri menentukan komoditas yang akan diproduksinya. Dan begitu produksi banjir di lapangan, pemerintah juga tidak melakukan penyanggaan guna menstabilkan harga.