MEDAN-Medan dikenal dengan masyarakat yang beragam etnis, namun semuanya bisa hidup rukun satu sama lain. Hal ini sepertinya telah berlangsung sejak puluhan tahun silam. Sebab, banyak berdirinya bangunan bersejarah menjadi bukti keberadaan etnis yang saling berdampingan di kota ini.

Misalnya saja, Masjid Lama Gang Bengkok yang berlokasi di Jalan Masjid, Kelurahan Kesawan, Kota Medan. Masjid ini menjadi satu di antara Masjid tertua di Medan.
Keberadaan Masjid Lama Gang Bengkok menjadi bukti toleransi antar umat beragama di Medan.

Untuk mengetahuinya, dengan melihat arsitektur dan ornamen yang melekat menampilkan ciri khas perpaduan Tionghoa, Persia dan Melayu. Bangunan didominasi dengan warna kuning dan hijau yang merupakan simbol kebudayaan melayu serta ukiran-ukiran kayu pada atap masjid.

Ciri khas Tionghoa ada pada bentuk atap masjid yang mengerucut dengan lengkungan di setiap sisinya layaknya kelenteng. Namun, menara khas masjid juga tetap ada pada Masjid Lama Gang Bengkok.

Di dalam Masjid Lama Gang Bengkok terdapat empat tiang penyangga bangunan masjid yang berwarna kuning. Empat tiang besar setebal setengah meter yang menopang seluruh berat bangunan masjid jika diperhatikan juga mencirikan bentuk kelenteng atau vihara sebagai tempat peribadatan umat Buddha.

Wakil Sekretaris Badan Kenadziran Masjid Lama Gang Bengkok sekaligus Kepala Lingkungan II Kesawan, H Muchlis Tanjung mengatakan empat tiang tersebut sama seperti yang ada di kediaman Tjong A. Fie.

Ia menjelaskan, bangunan masjid berdiri di atas tanah wakaf dari H Muhammad Ali atau yang kerap dikenal sebagai Datuk Kesawan. Kemudian, pada 1890 dibangun masjid oleh saudagar Tionghoa yang tersohor di Medan, Tjong A. Fie.

“Setelah pembangunan selesai, kepengurusan masjid diserahkan kepada Sultan Deli Makmun Ar-Rasyid dan Syekh H Mohammad Yaqub menjadi nazir atau imam pertama,” sebutnya.
Ia menambahkan Masjid Lama Gang Bengkok empat kali mengalami renovasi namun tidak mengubah keaslian atau ciri khas bangunan masjid.

Asal muasal nama Masjid Lama Gang Bengkok karena letak Masjid yang berada di gang dengan bentuk bengkok. Sehingga sering juga disebut warga sebagai Masjid Bengkok.

“Disebut Masjid Lama Gang Bengkok, karena pada awal pembangunannya masjid ini ada di dalam gang sempit. Di depan ada belokan atau bentuknya bengkok,”jelasnya.

Ia menambahkan, setelah sekian lama waktu berlalu, makin banyak masjid berdiri di kota Medan, untuk membedakannya dengan masjid-masjid yang baru, dengan sendirinya masyarakat sekitar menyebut masjid tersebut sebagai masjid lama, atau sudah sejak lama berdiri disana.

“Karena sejak dibangun masjid ini memang tidak pernah secara resmi diberi nama oleh pendirinya ataupun oleh Sultan Deli, maka masyarakat setempat sampai sekarang disebut dengan nama Masjid Lama Gang Bengkok,” ujarnya.

Masjid Lama Gang Bengkok yang memiliki daya tampung 2000 orang ini. Selain sebagi tempat peribadatan umat muslim, juga terdapat aktivitas lainnya seperti pengajian rutin dan fasilitas perpustakaan.

“Selama Ramadan, setiap hari Senin sampai Kamis selesai solat zuhur berjamaah ada ceramah. Lalu saat berbuka, masjid menyediakan bubur lemak untuk musafir atau warga sekitar,” bebernya.