JAKARTA - Mantan Ketua Umum Golkar, Jusuf Kalla, menyarankan Partai Golkar menggelar musyawarah nasional untuk memilih ketua umum. Alasannya, saat ini, kondisi partai kurang baik seiring dengan persoalan hukum yang membelit Ketua Umum Golkar Setya Novanto.

"Golkar memang berada dalam kondisi yang tidak menyenangkan karena ketua umumnya sudah dicekal. Apabila ada perkembangan lain lagi, tentu partai harus mempunyai pemimpin yang baik," katanya di Kantor Wakil Presiden di Jalan Medan Merdeka Utara, Jakarta, Selasa, 25 April 2017.

Dua pekan lalu, Komisi Pemberantasan Korupsi mencegah Setya bepergian ke luar negeri selama enam bulan. Langkah itu dilakukan untuk mempermudah penyidikan kasus dugaan korupsi proyek Kartu Tanda Penduduk elektronik (e-KTP). 

Saat ini, Setya berstatus sebagai saksi, tapi namanya masuk surat dakwaan Irman dan Sugiharto. Ada dugaan Setya menerima aliran duit rasuah. Namun Setya membantah ikut terlibat dan menerima aliran duit proyek e-KTP.

Kalla mengatakan Golkar punya prosedur yang bisa digunakan untuk keluar dari masalah yang dihadapi saat ini, yaitu menunjuk seorang pelaksana harian yang menjalankan tugas ketua partai. Mekanisme lain adalah musyawarah nasional luar biasa dan musyawarah nasional. “Bagaimanapun harus ada penyelesaian kalau ketuanya tersangkut,” ujarnya.

Namun, jika musyawarah nasional luar biasa yang digunakan, ketua terpilih hanya akan bertugas di sisa masa periode jabatan, yakni dua tahun ke depan. "Karena itu, mungkin perlu sekaligus munas saja, tapi tentu waktunya ditentukan Partai Golkar supaya hemat," ucapnya.

Pernyataan Kalla itu bertentangan dengan sikap Ketua Dewan Pakar Golkar Agung Laksono yang belum setuju dengan wacana musyawarah nasional. Menurut Agung, desakan menggelar musyawarah nasional adalah keinginan pribadi, bukan partai.

Sedangkan terkait dengan dugaan keterlibatan Setya dalam kasus korupsi proyek e-KTP, Ketua Umum Golkar itu saat ini masih berstatus sebagai saksi. “Utamakan proses praduga tidak bersalah,” tuturnya.

Politikus Golkar, Yorrys Raweyai, mengatakan tengah melakukan konsolidasi internal ihwal dugaan keterlibatan Setya dalam kasus korupsi proyek pengadaan e-KTP. Menurut Yorrys, dalam kasus hukum yang terjadi, pengurus mesti lebih dulu menyelamatkan partai. "Partai harus diselamatkan. Ini sedang proses," katanya. 

Hal senada juga diungkapkan politikus muda Golkar, Ahmad Doli Kurnia. “Pergantian pemimpin tidak bisa ditawar lagi,” ujarnya.

Sekretaris Jenderal Golkar Idrus Marham mengatakan, saat ini, partainya masih solid di bawah kepemimpinan Setya. Sehingga musyawarah nasional belum diperlukan. “Kami solid,” katanya. ***