JAKARTA - Nyoman Tirtawan (47), warga asal Bali mengeluhkan pelayanan di Dirjen Perhubungan Darat bagian perizinan perpanjangan Kartu Pengawasan Angkutan Wisata konvensional dan online di Gambir, Jakarta Pusat, Kamis (18/5/2017).

Pria yang akrab disapa Nyoman ini mengaku pelayanan di Dirjen Perhubungan Darat sangat lamban, tidak profesional dan para petugasnya terlihat malas. 

"Saya datang dari tempat penginapan jam 10.00 Wib tetapi para petugasnya masih kosong. Di loket pelayanan ada dua tetapi kosong," ujar Nyoman.

Diketahui jam kantor untuk lembaga pemerintahan efektifnya pukul 08.30 Wib tetapi ironisnya para petugas dikatakan Nyoman baru sarapan pagi jam 10.00 Wib. 

"Kita tanya ke pegawai yang ada di dalam, mereka jaga loket pada kemana dan dijawab makan pagi. Sementara orang yang mengurus perizinan masih antri. Kerja mereka sangat subyektifitas," terangnya. 

Nyoman mengaku, dirinya telah dua kali bolak balik mengurus perizinan tersebut namun belum ada hasilnya. Pertama kali dirinya datang pada awal Mei namun hanya diberi persyaratan proses perizinan. "Saya sudah dua kali ke sini bolak balik," jelasnya. 

Hari ini kata Nyoman dirinya diminta petugas supaya membawa serta surat pengantar urusan Kartu Pengawas (KT) dari pihak Propinsi. 

"Mereka bilang harus ada pengantar urusan Kartu Pengawasan (KT) tetapi pihak perhubungan propinsi meminta surat rekomendasi untuk pengawasan dan izin. Namun Dirjen Perhubungan udara minta rekomendasi dari propinsi," tuturnya. 

Sementara pengalaman Nyoman sebelum proses perizinan ini diambil alih oleh pihak pusat, urusannya bisa kelar selama satu jam. Tetapi sekarang malah prosesnya selama dua bulan. 

"Di dalam proses KT ini, karena kartu pengawasan ini diurus ke pusat maka para sopir diobok-obok oleh petugas di lapangan. Padahal kesalalahan utama ini pada sistem, bukan pada orang dilapangan. Kalau buat perubahan ya lebih baik dan lebih menguntungkan seperti dari segi waktu," jelasnya. 

Dengan demikian Nyoman meminta kebijakan perizinan ini kembali seperti dulu yang ditangani oleh masing-masing propinsi. "Kebijakan ini baru setahun. Kami minta kembalikan ke propinsi. Kebijakan ini sangat meresahkan rakyat sebab dulu praktis dan cepat. Apalagi pelayanan ini seluruh Indonesia," pungkasnya. ***