MEDAN-Pemerintah kembali menepis isu yang beredar terkait dengan penjualan asset BUMN. Memang saya meihat pada dasarnya diawal adalah bahwa BUMN itu mencari modal sendiri untuk melanjutkan pembangunan. 

Salah satunya dengan menjual asset melalui sekuritisasi asset. Hanya saja banyak masyarakat yang tidak memahami secara utuh apa itu sekuritisasi. Demikian dikatakan Pengamat Ekonomi Sumut, Gumawan Benjamin kepada wartawan hari ini.


"Sebenarnya istilah ini jauh lebih rumit dibandingkan dengan memahami IPO atau go public. Kerap kebijakan melantai bursa ini juga tidak terlepas dari isu miring seperti seolah-olah pemerintah menjual perusahaan milik pemerintah. Atau muncul istilah swastanisasi. PAdahal dalam konsep menerbitkan saham di lantai bursa, perusahaan tersebut tetap milik pemerintah dan tetap menyandang BUMN jika pemerintah tetap memegang saham perusahaan pemerintah tersebut lebih dari 50%," katany.

Dia menjelaskan seperti halnya dengan sejumlah perusahaan yang sudah melantai saat ini. Ada Bank Mandiri, Bank BRI, Aneka Tambang, Tambang Batubara bukit asam. PT Telkom dan banyak lagi perusahaan BUMN yang sudah melantai di bursa. Namun faktanya perusahaan perusahaan ini tetap berstatus sebagai milik pemerintah. Artinya sekalipun telah melakukan IPO atau Go Public, perusahaan tersebut masih digenggam dan dikendalikan oleh pemerintah.

"Ini hanya merupakan bagian atau strategi perusahaan dalam memenuhi kebutuhan modal. Jadi memang sebaiknya masyarakat perlu diedukasi secara mendalam terkait masalah ini. Jangan dibiarkan berlarut-larut sehingga masyarakat gampang terhasut dengan isu-isu miring yang sering muncul. Hal yang sama juga terjadi pada rencana pemerintah baru-baru ini. Dimana pemerintah mengatakan bahwa perusahaan yang kekurangan modal dapat menjual asset melalui cara sekuritisasi asset," jelasnya.

Dia mengungkapkan kita bisa mengambil sahal satu contoh di pasar modal yakni Efek beragun asset (eba). EBA adalah surat berharga yang terdiri dari sekumpulan aset keuangan berupa tagihan yang timbul dari surat berharga komersial seperti kredit kepemilikan rumah, efek bersifat hutang yang dijaminkan pemerintah. Pada dasarnya kreditor awal mengalihkan aset keuangannya kepada pemegang EBA.

"Gampangnya aset keuangan yang dikumpulkan menjadi satu dan menjadikan aset yang berharga dan bernilai. Sekuritisasi yang dikumpulkan ini membuat aset yang dapat menjadi wahana investasi bagi para investor," ungkapnya.

Dia menambaghakn manfaatnya adalah sebagai alternatif pendanaan bagi investor dengan tenor 3-10tahun. Meski penerbit eba nya collaps tagihannya tetap ada karena asetnya harus ada. Sebagai contoh Bank yang memiliki kpr milik nasabah dikumpulkan menjadi satu dengan potensi laba dari kredit kpr nya misalkan kira-kira 15%, dan dibentuklah sekuritisasi asset (EBA) dan EBA nya dijual dengan imbal hasil yang kompetitif dengan deposito dikisaran 6-8% dan hasil penjualan EBA dikembangkan lagi untuk usaha-usaha yang menguntungkan oleh bank atau perusahaan itu sendiri.