MEDAN-Setelah sempat menyentuh Rp 13.000 per kilogram (kg) pada pertengahan Februari 2017, harga karet terus melorot dan kini hanya Rp8.600 per kg. Penurunan harga karet membuat petani semakin tertekan.

"Penurunan harga karet memang sangat cepat. Awal bulan Maret masih Rp 12.000 per kg, lalu turun ke Rp 11.300 per kg dan akhir Maret sudah Rp 10.600 per kg. Harganya terus melorot dan hanya Rp 10.400 per kg pada pekan kedua bulan April, lalu turun lagi dan kini hanya Rp 8.600 per kg," kata Suparno, petani karet di Desa Mekar Makmur Langkat, di Medan.

Harga karet Rp 8.600 per kg pun, kata Suparno, itu jika petani langsung menjualnya ke pabrik. Jika jual ke agen, harganya hanya Rp 7.500 per kg.

Penurunan harga karet yang diprediksi terjadi hingga usai Idul Fitri tahun ini membuat petani semakin kewalahan dalam mengelola tanamannya terutama terkait pemupukan. Karena jika harga di bawah Rp 10.000 per kg, tidak akan cukup untuk membeli pupuk.

Terlebih di sejumlah daerah di Sumut, petani karet hanya mengandalkan karet sebagai mata pencaharian utamanya.

Suparno mengatakan, harga yang turun saat ini dan tanaman karet sedang dalam masa trek, membuat sejumlah petani sudah berniat menumbangkan sebagian pohon karetnya untuk digantikan dengan tanaman jeruk.

Sebab, tanaman jeruk dianggap lebih ekonomis dibandingkan dengan karet yang harganya kerap melorot. Petani memang sudah terbiasa dengan harga karet yang memiliki rapor merah sejak tahun 2012 lalu. Bahkan level terendah sekitar Rp 5.500 per kg sudah pernah diterima petani.

Namun ketika harga karet mulai beranjak naik mendekati akhir tahun 2016, petani pun memasang ekspektasi tinggi di mana harga karet bisa di atas Rp 15.000 per kg di pertengahan tahun 2017 ini.

"Tapi perkiraan petani meleset. Sulit memang karena harga karet ditentukan negara pembeli. Begitupun, kami tetap berharap harganya naik lagi dan bisa di atas Rp 10.000 per kg," kata Suparno.

Sementara itu, harga karet dunia ditransaksikan di kisaran 218 Yen per kg dari sebelumnya 220 Yen per kg. Meski penurunan yang sudah terjadi sebulan terakhir ini belum mendekati level psikologis sebesar 200 Yen per kg, namun penurunannya berpotensi berlanjut.

"Pelemahan harga minyak dunia menjadi pemicu melorotnya harga karet. Ditambah lagi penguatan rupiah yang bisa memperburuk harga komoditas. Hal ini pun nantinya akan menekan daya beli masyarakat di Sumut, terutama petani. Sebab, banyak yang pendapatannya hanya dari karet," kata pengamat ekonomi Sumut Gunawan Benjamin.

Menjelang Ramadhan dan Idul Fitri, penurunan harga karet memang menjadi kabar buruk. Karena tidak ada yang bisa dilakukan untuk memperbaiki daya beli selain mengharapkan harga karet naik dalam jangka pendek.Namun melihat grafik pergerakan harga minyak dunia, sulit untuk karet bisa "kinclong" dalam waktu dekat.