SERDANG BEDAGAI - Sesuai dengan Undang-Undang nomor 36 tahun 2003 tentang pembentukan Kabupaten Samosir dan Serdang Bedagai (Sergai) yang ditanda tangani Presiden RI Megawati Soekarno Putri, ditetapkan Sei Rampah sebagai ibukota Kabupaten Sergai.
Rampah Kota merupakan salah satu contoh kota kecil dengan bangunan khas peninggalan zaman Belanda yang mirip dengan bangunan di Kota Tanjung Pura, Langkat dan bangunan di Jalan A Yani, Medan.

Walau kabupaten Sergai sudah berusia 13 tahun sejak dimekarkan, namun tanda-tanda untuk membangun kota Rampah merupakan ibukota kabupaten belum terlihat sama sekali.

Bahkan kota Rampah terlihat jorok, semrawut dan sempit. Hal itu terlihat dari pantauan GoSumut, Minggu (30/4/2017) akan kondisi badan jalan yang sempit dan bangunan ruko di sepanjang jalan tidak jauh dari jalan umum.

Tak hanya itu, pasar tradisional masih berada di inti kota dan kenderaan roda tiga dan empat parkir sembarangan sehingga menambah jorok dan semrawutnya kota itu.

Di malam hari, Kota Rampah terlihat bagaikan kota mati, hanya kicauan suara burung terdengar dari kaset yang diputar setiap hari di beberapa ruko bertingkat tiga yang dijadikan sebagai penangkar burung walet.

Beberapa warga Rampah menyesalkan tidak adanya respon Pemkab Sergai untuk membangun dan memperindah Kota Rampah sebagai ibukota kabupaten.

“Sejak dulu kota Rampah semrawut dan jorok, padahal ini ibukota Kabupaten Sergai,” ujar Anto (38) warga Rampah.

Bahkan, kata Anto, sejak adanya kabupaten Sergai belum ada pembangunan dan pembenahan untuk Kota Rampah. Banyak pengusaha menjadikan kota itu sebagai sarang burung walet.

“Banyak bangunan bertingkat di kota Rampah, tapi untuk burung walet,” terangnya.