MEDAN-Produksi biji coklat (kakao) Sumatera Utara (Sumut) tahun 2015 mencapai 41.117,22 ton dengan luas tanaman berkisar 64.875,35 hektare. Dari produksi tersebut, perkebunan rakyat seluas 64.434,48 hektare atau sekitar 99,32% dari total luas tanaman kakao di Sumut. Sementara produksinya mencapai 40.764,22 ton.

"Pertanaman kakao di Sumut memang masih hampir 100% adalah perkebunan rakyat. Karena perkebunan besar swasta nasional (PBSN) hanya berkisar 0,68% atau 441 hektare dengan produksi sebanyak 352 ton," kata Kepala Dinas Perkebunan Sumut Herawati di Medan.

Dikatakannya, produksi kakao Sumut mengalami sedikit penurunan dibandingkan tahun sebelumnya yang mencapai 41.618,77 ton dari luasan 65.375,36 hektare.

Sejauh ini, kata Herawati, ada sejumlah daerah di Sumut yang jadi sentra tanaman kakao. Tanaman ini memang menjadi salah satu produk unggulan perkebunan Sumut dari total 24 komoditas dan masuk lima besar.

Meski ada penurunan produksi, Dinas Perkebunan Sumut, kata dia, akan melakukan berbagai upaya untuk mendorong pengembangannya seperti pembinaan usaha, baik untuk tujuan ekspor maupun sumbangannya terhadap perekonomian Sumut.

Pihaknya juga melakukan intensifikasi dengan memberikan pupuk untuk meningkatkan produktivitas tanaman kakao Sumut.

Namun secara keseluruhan, menurut pengamat pertanian Sumut Prof Abdul Rauf mengatakan, pengembangan tanaman kakao Sumut agak lambat. Hal itu karena sebagian besar tanaman kakao Sumut dikelola rakyat.

"Tanaman kakao yang tidak ada lagi dikelola korporasi (perusahaan perkebunan) memang cukup memberi dampak pada perkembangan kakao Sumut," katanya.

Menurut Rauf, tanaman kakao rakyat yang belum masuk kategori kebun tidak sesuai standar. Perlakuan ini pun membuat produksinya turun sekitar 25-50%. Karena itu, tambahnya, perlu upaya menata pengelolaan perkebunan kakao rakyat sehingga produksinya bisa meningkat. Sebab, peluang pasar kakao sangat besar terlebih komoditas ini merupakan langganan ekspor.

Sementara itu, harga kakao belakangan mengalami koreksi. Harganya turun berkisar US$ 82 per metrik ton menjadi US$ 1.812 per metrik ton. Harganya turun signifikan setelah sempat bertahan di atas US$ 2.100 per metrik ton sekitar sebulan yang lalu.

"Pelemahan harga kakao dipicu oleh banyak hal. Salah satunya karena terpuruknya harga minyak mentah dunia dalam sepekan terakhir. Harganya sempat bertahan di kisaran US$ 54 per barel, namun kini jeblok di US$ 50 per barel. Pelemahan inilah yang mempengaruhi pergerakan harga kakao," kata pengamat ekonomi Sumut Gunawan Benjamin.