JAKARTA - Federasi Serikat Guru Indonesia (FSGI) kembali menerima laporan dari salah seorang siswi SMKN 3 Padangsidimpuan. Kali ini siswi berisial AS melaporkan handphone-nya disita karena belum membayar iuran Pelajaran Pengelolaan Usaha (PU) sebesar Rp400 ribu. Laporan AS disampaikan melalui salah seorang guru SMKN 3 Padangsidimpuan yang prihatin atas kejadian tersebut. AS adalah siswi SMKN 3 Padangsidimpuan jurusan Tata Kecantikan Rambut.

Penyitaan HP dilakukan oleh oknum guru KS (yang juga melakukan kekerasan verbal terhadap Amelya Nasution yang tewas dan lima siswi lain yang disuruh jual diri).

AS menjelaskan bahwa HP disita sebagai jaminan agar kartu legitimasi ujiannya keluar dan dia dapat mengikuti UNBK.

“Jadi penyita HP ini adalah oknum guru yang menyuruh lima siswa menjual dirinya karena belum membayaran iuran PU,” kata Se‎kjen FSGI Retno Listyarti, di Jakarta, Rabu (19/4/2017).

Retno menyebutkan, saat ini kondisi di SMKN 3 Padangsidimpuan dalam keadaan tidak kondusif.

Para guru terpecah menjadi dua kubu, yaitu kelompok yang pro kepala sekolah serta kelompok yang kritis terhadap kepala sekolah sebanyak 36 guru.

“Kelompok yang kritis ini terdiri dari para guru yang berjuang bersama para siswa melawan sistem sekolah yang diduga kuat tidak transparan dan akutabel,” ujarnya.

Kelompok para guru yang kritis terhadap manajemen sekolah ini juga tidak sepakat dengan pola intimidasi terhadap para siswi seperti Amelya Nasution, dan lain-lain.

Para guru tersebut yang juga membesuk Amel, menguatkan dan mengantarkan Amel saat dimakamkan.

Mereka selama berbulan-bulan melakukan berbagai perjuangan ke instansi-instansi terkait, seperti kantor Wali Kota Padangsidimpuan, Dinas Pendidikan, Inspektorat dan Gubenur Sumatera Utara, termasuk DPRD Padangsidimpuan.

Namun semua upaya tersebut belum membuahkan hasil seperti diharapkan, bahkan kemudian memakan korban jiwa Amelya Nasution yang meninggal karena bunuh diri.