MEDAN-Pelaku usaha Sumatera Utara (Sumut) diharapkan lebih agresif di pasar ekspor. Namun tidak hanya sekadar memasarkan bahan baku atau bahan mentah semata, tetapi lebih pada pengembangan produk turunannya, agar memiliki nilai tambah.

"Karena saat ini, kebanyakan produk yang diekspor nilai tambahnya belum maksimal. Kelapa sawit misalnya, diekspor masih dalam bentuk mentah. Padahal jika dikembangkan ke industri turunan berapa nilai ekonomi yang diperoleh," kata Direktur Kerjasama Pengembangan Ekspor Direktorat Jenderal Pengembangan Ekspor Nasional Djatmiko Bris Witjaksono.

Disebutkannya, Sumut merupakan enam besar sebagai penyumbang kinerja ekspor nasional. Ini disebabkan daya dukung sumber daya yang jauh lebih baik dalam konteks produktivitas yang berkesinambungan.

Seperti sawit, yang tidak dimiliki semua provinsi di Indonesia. Oleh karenanya, dengan potensi yang ada di Sumut, akan menjadi sebuah modal yang luar biasa untuk ditingkatkan dan dipertahankan. Belum lagi lapangan kerja, investasi. "Ini satu contoh, belum lagi produk yang lain, kopi dan hortikultura. Sumut memiliki kawasan yang diberikan begitu subur dan sangat mendukung,"ujarnya.

Memang selama ini, kata Djatmiko, mungkin banyak pelaku usaha yang sudah ekspor. Namun hanya begitu saja, tanpa mencoba berinovasi dan berkreativitas.

Memang jika nilai tukar lagi naik, dia akan untung besar, tapi jika turun untung juga. "Dengan potensi yang ada jangan sampai peluang-peluang tersebut ditangkap negara luar. Sebenarnya tidak apa-apa, namun jika ini bisa dilakukan anak bangsa, kenapa tidak. Itu yang kita inginkan," ujarnya.

Sebelumnya, Duta Besar Jordania untuk Indonesia Walid Al Hadid dalam kesempatan tersebut mengatakan, negaranya sangat terbuka akses terhadap produk dari luar tapi juga kegiatan investasi. Kemudian memiliki iklim usaha yang bagus, dan berada di wilayah pusat Timur Tengah, serta memiliki perjanjian perdagangan dengan banyak negara.

Sementara Ketua Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Sumut Ivan Iskandar Batubara mengatakan, ekspor satu hal yang penting, bukan segalanya. "Dalam neraca perdagangan itu ada namanya ekspor dan ada impor. Impor juga "gede" lho, dan hal-hal ini yang harusnya diatasi segera subsitusi impornya. Untuk apa, barang kita kirim mentah, namun kembali dengan bernilai tambah. Jadi proses nilai tambah itu bukan di kita. Kita kehilangan peluang berkali-kali," ujarnya.

Karena dengan ekspor yang dilakukan dengan menjual bahan baku atau mentah, justru membuat orang yang diuntungkan. Padahal sebenarnya, bisa didapatkan dengan harga yang lebih murah. "Kita jual murah tapi beli mahal. Karena dikuasai kartel," ujarnya.

Meski begitu, kata Irvan, potensi dan peluang di Jordania bisa dimanfaatkan. Karena negara dengan jumlah penduduk yang sedikit ini memiliki tingkat kunjungan yang besar. Sebab berada di wilayah pusat Timur Tengah.