MEDAN - Budiati (38), tak dapat membendung kesedihannya. Tangis warga Peureulak, Aceh Timur ini akhirnya pecah saat majelis hakim mencecar terdakwa atas kasus kepemilikan narkotika jenis sabu seberat 500 gram di Ruang Cakra V, Pengadilan Negeri (PN) Medan, Rabu (22/3/2017) sore.

"Saya menyesal Pak Hakim. Kasihan anak saya masih kecil-kecil dan masih butuh air susu saya," ucap Budiati sambil menangis di depan majelis hakim yang diketuai Irwan Effendi dan Jaksa Penuntut Umum (JPU) Yeni yang digantikan Sri Hartati.

Mendengar itu, majelis hakim langsung mencecar terdakwa Budiati dengan berbagai pertanyaan.

"Kalau saudara terdakwa menyesal, kenapa sebelum ditangkap polisi tidak berfikir panjang. Sekarang kasihan anak kamu," tanya majelis hakim.

Budiati menangis mengaku khilaf karena tergiur dengan upah yang dijanjikan.

"Saya menyesal, saya khilaf. Saya dijanjikan kalau berhasil sabu seberat 500 gram itu saya antar dari Peureulak menuju Besitang, kata bandarnya yang bernama Hendra akan memberikan saya upah sebesar Rp25 juta. Di situ makanya saya mau Pak Hakim," bebernya.

Tidak cuma itu, dia juga mengaku kalau dirinya nekat menjadi kurir sabu karna suaminya jarang memberikan uang belanja.

"Anak saya masih kecil-kecil. Niat saya kalau pun berhasil mengantar sabu itu sampai tujuan, uangnya untuk membesarkan buah hati saya. Karena suami saya kerjanya cuma mocok-mocok dan jarang memberikan uang," pungkasnya.

Budiati mengisahkan, saat ditangkap personel Poldasu pada akhir Oktober 2016 lalu di kawasan Langkat, saat itu dirinya sedang menggendong anaknya yang masih berusia 8 bulan.

"Upah mengantar sabu itu masih Rp500 ribu saya terima Pak Hakim. Saya menyesal, saya merasa dijebak dalam perkara ini," tukasnya.

Usai mendengarkan keterangan dari terdakwa, majelis hakim menutup persidangan dan melanjutkannya pekan depan.